31 Desember 2023

MENU “DOKUMENTASI PERSIAPAN” PADA E-KATALOG

Peringatan bagi Pengguna untuk Mengikuti Prosedur E-Purchasing

Pada bulan Desember 2023, LKPP melakukan pembaruan pada aplikasi E-Purchasing Katalog dengan menambahkan menu “Dokumentasi Persiapan” untuk metode Negosiasi Harga. Menu tersebut akan muncul pada saat PPK/Pejabat Pengadaan (PP) membuat paket pemesanan pada E-Katalog. Tampilan pada aplikasi setelah paket dibuat seperti pada gambar berikut:

Menu Dokumentasi Persiapan pada E-Katalog

Pada tahap membuat paket, PPK/PP wajib menyetujui daftar pernyataan dengan mencentang pada kolom yang disediakan dan mengunggah Dokumen Persiapan Pengadaan. Jika merujuk pada Keputusan Kepala LKPP Nomor 122 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik, maka dapat dipahami bahwa menu tersebut dimunculkan untuk memastikan dan mengonfirmasi bahwa PPK/PP telah melakukan Persiapan E-Purchasing Katalog sesuai tahapan dan prosedurnya.

Secara garis besar tahapan E-Purchasing Katalog untuk metode negosiasi harga dibagi menjadi 2 (dua) tahapan yaitu tahap Persiapan dan Pelaksanaan E-Purchasing Katalog. Pada Lampiran I Keputusan Kepala LKPP Nomor 122 Tahun 2022 diuraikan tahap persiapan E-Purchasing Katalog dengan metode Negosiasi Harga sebagai berikut:

1. Penyusunan Spesifikasi Teknis

Penyusunan spesifikasi teknis oleh PPK dilakukan dengan memerhatikan ketentuan sebagai berikut:

a.  Spesifikasi teknis mengacu pada spesifikasi teknis yang disusun pada tahap perencanaan pengadaan. Spesifikasi teknis tersebut dapat disesuaikan berdasarkan data/informasi pasar terkini untuk mengetahui ketersediaan barang/jasa, harga, pelaku usaha dan alternatif barang/jasa sejenis. Termasuk dalam hal ini perlu memerhatikan ketersediaan produk dalam negeri dan produk dari Penyedia dengan kualifikasi Usaha Kecil.

b.  Penyusunan spesifikasi teknis dimungkinkan menyebut merek barang/jasa yang tercantum pada Katalog Elektronik, dengan didukung justifikasi teknis secara tertulis yang ditetapkan PPK. Justifikasi teknis tersebut menjelaskan alasan, pertimbangan, bukti/fakta terhadap kebutuhan atas suatu merek tertentu.

2. Prioritas Penggunaan Produk Dalam Negeri

PPK/PP yang akan melakukan E-Purchasing Katalog memilih barang/jasa pada Katalog Elektronik dengan urutan/prioritas sebagai berikut:

a.   Apabila barang/jasa yang dibutuhkan pada Katalog Elektronik terdapat produk dalam negeri yang memiliki jumlah nilai TKDN dan nilai BMP minimal 40% (empat puluh persen) maka PPK/PP memilih produk dalam negeri dengan nilai TKDN paling sedikit 25% (dua puluh lima persen);

b.   Dalam hal kondisi pada huruf a di atas tidak dapat dipenuhi maka PPK/PP dapat memilih produk dalam negeri dengan nilai TKDN kurang dari 25% (dua puluh lima persen);

c.    Dalam hal kondisi pada huruf a dan b di atas tidak dapat dipenuhi maka PPK/PP dapat memilih produk dengan label PDN namun belum mempunyai nilai TKDN;

d.   Dalam hal kondisi pada huruf a, b dan c di atas tidak dapat dipenuhi maka PPK/PP dapat memilih produk impor; dan

e.    Dalam hal kondisi pada huruf a, b, c dan d di atas tidak dapat dipenuhi maka PPK/PP dapat menggunakan metode lain selain E-Purchasing Katalog sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Prioritas Penggunaan Produk dari Penyedia dengan Kualifikasi Usaha Kecil serta Koperasi

PPK/PP yang akan melakukan E-Purchasing Katalog memilih barang/jasa pada Katalog Elektronik dengan urutan/prioritas sebagai berikut:

a.   Apabila nilai paket pengadaan barang/jasa dengan nilai pagu anggaran sampai dengan Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah) maka PPK/PP memilih Penyedia dengan Kualifikasi Usaha Kecil atau Koperasi untuk barang/jasa yang dibutuhkan yang tersedia pada Katalog Elektronik.

b.   Dalam hal kondisi pada huruf a di atas tidak dapat dipenuhi maka PPK/PP dapat memilih Penyedia Katalog Elektronik dengan Kualifikasi Usaha Non Kecil.

4. Pengumpulan Referensi Harga

PPK/PP mempersiapkan referensi harga yang berfungsi sebagai referensi untuk melakukan Negosiasi Harga. Pengumpulan referensi harga dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a.   Referensi harga disusun dengan sumber data sebagai berikut:

(1)  Mencari produk dengan harga terbaik yang tercantum pada Katalog Elektronik sesuai dengan spesifikasi teknis yang dibutuhkan dengan memerhatikan ketentuan terkait Prioritas Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Prioritas Penggunaan Produk dari Penyedia dengan Kualifikasi Usaha Kecil serta Koperasi;

(2)  Mencari harga pembanding produk sejenis di luar aplikasi Katalog Elektronik (apabila ada);

(3)  informasi biaya/harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah (apabila ada); dan

(4)  Dokumen lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan (apabila ada).

b.    Selain referensi harga, PPK/PP juga dapat mempersiapkan kebutuhan terkait layanan teknis pendukung dari barang/jasa untuk dijadikan referensi dalam melakukan negosiasi dengan Penyedia apabila diperlukan. Layanan teknis pendukung adalah layanan yang dapat diberikan Penyedia untuk mendukung penggunaan dari barang/jasa yang akan dibeli. Negosiasi layanan teknis pendukung tidak digunakan untuk menegosiasi teknis barang seperti mengubah/menambah spesifikasi barang/jasa yang telah tayang pada Katalog Elektronik.

c.    Pengumpulan referensi harga tidak diperlukan jika harga produk yang tayang pada aplikasi Katalog Elektronik berupa fixed price atau harga tidak bisa dinegosiasi.

Seluruh tahapan persiapan E-Purchasing Katalog melalui metode negosiasi harga di atas didokumentasikan oleh PPK/PP.

Jika tahap persiapan seperti di atas dipandang sebagai proses filtrasi untuk memilih penyedia yang tepat melaksanakan pengadaan barang/jasa, maka dapat diilustrasikan dengan skema berikut:

Proses Filtrasi Penyedia

 Agar tahapan tersebut dapat dilakukan secara terukur dan tertib sesuai prosedur, maka perlu disusun Standar Operasional Prosedur (SOP) mikro Proses E-Purchasing Katalog berdasarkan SOP makro Proses Pengadaan Barang/Jasa yang sudah ada. Prosedur-prosedur yang distandarkan harus ditetapkan oleh pimpinan sebagai sebuah produk hukum yang ditaati, dilaksanakan dan menjadi instrumen untuk melindungi aparatur atau pelaksana dari kemungkinan tuntutan hukum[1].

Proses Persiapan E-Purchasing Katalog dengan Metode Negosiasi Harga setidaknya melalui alur berikut:

Alur Persiapan E-Purchasing Katalog

Adanya menu “Dokumentasi Persiapan” pada E-Katalog menjadi peringatan bagi PPK/PP selaku pengguna untuk mematuhi proses dan tahapan pengadaan barang/jasa melalui E-Katalog, terutama pada tahap persiapan. Persiapan pengadaan merupakan tahap penting untuk memitigasi risiko pengadaan barang/jasa. PPK/PP diminta menyetujui pernyataan pada aplikasi E-Katalog  bahwa semua tahap persiapan telah dilakukan sesuai prosedur. Titik penting yang perlu perhatian serius adalah pengumpulan referensi harga sebagai acuan melakukan negosiasi harga. Pada tahap ini juga menjadi titik akhir bagi PPK/PP untuk menentukan penyedia yang akan dinegosiasi produknya pada tahap pelaksanaan E-Purchasing.

Untuk mendokumentasikan pelaksanaan proses persiapan E-Purchasing Katalog, maka perlu dibuat kertas kerja yang memuat setiap tahap dan aktivitas yang dilakukan. Kertas kerja dibuat berdasarkan tahapan proses yang telah diuraikan di atas. Data-data atau dokumen yang dikumpulkan harus dicatat sumbernya, baik berupa tautan (link) maupun tangkapan layar (screenshot) dengan mencantumkan waktu (tanggal dan jam) pengambilannya.

Mengurai Permasalahan

1.    Beberapa produk yang ditayangkan penyedia pada E-Katalog tidak dideskripsikan secara lengkap dalam spesifikasi teknis. Produk yang tidak dapat diidentifikasi melalui spesifikasi teknis tidak bisa dijadikan referensi harga sehingga tidak dapat pula dipilih sebagai produk yang akan dibeli. Maka perlu memberi pemahaman kepada penyedia untuk mendeskripsikan produknya secara lengkap agar dapat diidentifikasi oleh PPK/PP pada saat mengumpulkan referensi harga.

2.    Proses E-Purchasing Katalog sudah diatur dalam Keputusan Kepala LKPP Nomor 122 Tahun 2022. Jika saat ini belum dilaksanakan sebagaimana seharusnya, maka perlu dipertegas lagi dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) agar setiap pihak dapat menjalankan sesuai aturannya. Adanya menu “Persiapan Pengadaan” pada aplikasi E-Katalog memberikan pesan bahwa LKPP hendak mengingatkan kepada pengguna untuk bekerja sesuai aturan dan sekaligus panduan bagi auditor pada saat melakukan audit.



[1] Peraturan Menteri PANRB Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan.

14 Agustus 2023

Klarifikasi yang Kebablasan

Saat mengikuti Pelatihan Pembentukan Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa pada Mei 2021, salah seorang narasumber meminta komitmen peserta untuk membuat karya tulis sebagai salah satu kegiatan pengembangan profesi. Saat itu saya menyanggupi akan membuat karya tulis terkait klarifikasi yang dapat dilakukan oleh Pokja Pemilihan jika menemukan hal-hal yang meragukan dalam penawaran peserta pemilihan penyedia. Saya memahami bahwa keraguan itu dapat muncul karena pencerapan rasio maupun rasa, maka keraguan bisa saja bersifat subjektif. Toh pada gilirannya keraguan tersebut akan dibuktikan secara objektif melalui klarifikasi. Tidak pernah dibuat pembatasan dalam Dokumen Pemilihan tentang bagaimana sesuatu dapat dinyatakan meragukan, sehingga sah memanfaatkan subjektivisme untuk menyatakan sikap ragu lantas memutuskan untuk melakukan klarifikasi. Pendapat ini tentu tidak menihilkan objektivitas yang dapat menimbulkan keraguan tersebut seperti dicontohkan dalam Dokumen Pemilihan, misalnya jika menemukan hal-hal yang kurang jelas. Kata “meragukan” tersebutlah yang menarik minat dan rasa penasaran saya untuk menemukan indikator-indikator terukur yang dapat dijadikan patokan untuk menyatakan sikap ragu. Saya menyadari hal ini cukup sulit sehingga tulisan ini bukanlah sebagai wujud pemenuhan komitmen yang dimaksudkan di atas. Tulisan yang berjarak sangat jauh dari kriteria ilmiah ini hanyalah recik-recik pikiran yang gamang.

Terus terang saya merasa terusik dengan praktik-praktik klarifikasi oleh Pokja Pemilihan yang menurut saya kadang melampaui batas kewenangan yang diberikan dalam regulasi pengadaan barang/jasa atau ketentuan yang ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan. Dalam hal ini, klarifikasi yang saya maksudkan adalah yang dilakukan oleh Pokja Pemilihan untuk mengonfirmasi kebenaran data atau dokumen kualifikasi dan teknis yang disampaikan oleh peserta pemilihan dalam penawarannya. Pembatasan ini perlu saya tegaskan karena ada beberapa hal lain yang juga dapat dilakukan klarifikasi pada tahap pemilihan penyedia, namun sudah cukup jelas batasan dan langkah-langkahnya. 

Pertanyaan yang penting kemudian dijawab adalah mengapa ketentuan dan langkah-langkah klarifikasi kualifikasi dan teknis tidak dibuat lebih jelas dan pasti? Tentu saja karena klarifikasi untuk hal ini tidak bersifat wajib. Jika diuraikan secara terperinci langkah-langkanya dalam dokumen pemilihan, maka akan menjadi tugas yang diwajibkan kepada Pokja Pemilihan untuk melaksanakannya. Dengan demikian indikator-indikator yang menimbulkan keraguan tersebut juga harus diuraikan terperinci dalam dokumen pemilihan. Ini bukan hal yang mudah. Terlalu banyak kemungkinan yang dapat ditemui dalam evaluasi penawaran dan dinamika yang sulit diprediksi sehingga menguraikan indikator yang menimbulkan keraguan berikut langkah-langkah klarifikasi akan membatasi kreativitas Pokja Pemilihan. Demikian juga akan menimbulkan kesulitan bagi Pokja Pemilihan bila menemukan kasus yang belum diprediksi dan belum diuraikan indikator dan langkah klarifikasinya.

Saya ingin kembali pada praktik klarifikasi yang saya sebut kadang melampaui batas kewenangan Pokja Pemilihan. Pendapat berbeda tentu saja bebas tanpa harus sejalan dengan pendapat yang akan diuraikan dalam tulisan ini. Klarifikasi data/dokumen kualifikasi maupun dokumen penawaran teknis dapat dilakukan ke peserta atau pihak lain yang berwenang. Peserta yang dimaksudkan sudah jelas adalah peserta pemilihan penyedia. Pihak lain yang berwenang tidak dijelaskan lebih lanjut dalam peraturan maupun dalam model dokumen pemilihan yang disusun oleh LKPP. Walaupun begitu, tidak sulit mengidentifikasi pihak yang dimaksud yaitu pihak yang memiliki hak/menguasai/mengetahui informasi secara langsung tentang data atau dokumen yang akan diklarifikasi. Berikut beberapa contoh pihak berwenang terhadap data atau dokumen penawaran yang disampaikan peserta:

  1. Notaris yang bersangkutan untuk dokumen Akta Notaris;
  2. Penerbit atau pemberi izin utuk dokumen perizinan berusaha;
  3. Pemberi dukungan untuk dokumen dukungan alat, material, dan lain-lain;
  4. Pemberi sewa atau pemilik alat yang menyewakan untuk dokumen perjanjian sewa peralatan;
  5. Pemberi tugas untuk dokumen pengalaman pekerjaan;
  6. Personel yang bersangkutan untuk data atau dokumen kualifikasi personel, seperti pendidikan, keahlian/kompetensi, pengalaman, dan lain-lain;
  7. Dan lain-lain.
Khusus untuk contoh nomor 6, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa yang dimaksud pihak lain yang berwenang yaitu pihak yang memiliki hak/menguasai/mengetahui informasi secara langsung tentang data atau dokumen yang akan diklarifikasi. Sangat jelas bahwa personel yang bersangkutan mengetahui dengan pasti kualifikasi yang dimilikinya.

Ketentuan tentang klarifikasi data/dokumen kualifikasi dapat dilihat pada model dokumen pemilihan. Misalnya pada model dokumen pemilihan pekerjaan konstruksi diatur sebagai berikut:
  1. Apabila ditemukan hal-hal dan/atau data yang kurang jelas maka dilakukan klarifikasi secara tertulis namun tidak boleh mengubah substansi formulir isian kualifikasi,
  2. Dalam hal peserta tidak hadir atau tidak memberikan tanggapan atas permintaan klarifikasi, maka menggugurkan penawaran,
  3. Hasil klarifikasi/konfirmasi dapat menggugurkan peserta.
Sedangkan pada ketentuan evaluasi teknis terkait klarifikasi diuraikan seperti berikut:
  1. Apabila dalam evaluasi teknis terdapat hal-hal yang tidak jelas atau meragukan, Pokja Pemilihan melakukan klarifikasi dengan peserta/pihak lain yang berwenang. Dalam klarifikasi, peserta tidak diperkenankan mengubah substansi penawaran,
  2. Dalam hal klarifikasi dilakukan kepada peserta, peserta yang tidak hadir atau tidak memberikan tanggapan atas permintaan klarifikasi, maka menggugurkan penawaran,
  3. Hasil klarifikasi dapat menggugurkan penawaran.
Untuk jenis pengadaan lainnya (barang, jasa lainnya, jasa konsultansi) pada prinsipnya sama dengan ketentuan tersebut di atas.

Satu hal yang cukup jelas dan pasti pada ketentuan klarifikasi tersebut adalah dalam hal klarifikasi dilakukan kepada peserta, peserta yang tidak hadir atau tidak memberikan tanggapan atas permintaan klarifikasi, maka menggugurkan penawaran. Tentu saja harus dipahami bahwa jika peserta hadir belum tentu tidak gugur. Karena pada ketentuan berikutnya disebutkan bahwa hasil klarifikasi dapat menggugurkan penawaran. Pokja Pemilihan seharusnya sudah cukup memiliki pemahaman, kapan peserta dinyatakan gugur ataupun lulus atas dasar hasil klarifikasi dengan mengacu pada kaidah-kaidah umum dalam menilai kesesuaian data atau dokumen dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Namun perlu diwaspadai agar tidak terjebak pada urusan pidana yang bukan kewenangan Pokja Pemilihan, penilaian kesesuaiann data atau dokumen dalam evaluasi penawaran hanya sebatas melihat indikasi pemenuhan syarat tanpa harus dibuktikan kebenarannya secara materiil. Pokja Pemilihan diberikan kewenangan untuk memutuskan hasil evaluasi (gugur atau lulus) suatu penawaran berdasarkan indikasi yang dilihat. 

Ketentuan dalam hal klarifikasi dilakukan kepada peserta tentunya berbeda jika klarifikasi dilakukan kepada 'pihak lain' sebagaimana dimaksudkan di atas. Khususnya ketika pihak lain tersebut tidak memberikan tanggapan atau lambat merespons permintaan klarifikasi. Tidak dibuat ketentuan dalam dokumen pemilihan bagaimana penilaian Pokja Pemilihan bilamana pihak yang diminta memberikan klarifikasi tersebut tidak menanggapi. Hanya diberikan isyarat bahwa hasil klarifikasi dapat menggugurkan penawaran. Karena tidak ada ketentuan menggugurkan penawaran dalam kasus demikian, maka pendapat yang dipilih pada tulisan ini adalah:

“Penawaran peserta tidak dapat digugurkan atas dasar pihak lain yang diminta memberikan klarifikasi tidak atau lambat memberikan tanggapan.”

Beberapa pertimbangan berikut menjadi alasannya:
  1. Yang pasti tidak tertulis secara eksplisit dalam ketentuan klarifikasi tersebut dan tidak ada petunjuk yang mengisyaratkan hal tersebut dalam peraturan yang berlaku,
  2. Pokja Pemilihan tidak selalu pasti dapat menghubungi pihak lain tersebut,
  3. Pokja Pemilihan tidak memiliki hak memaksa pihak lain tersebut untuk menjawab/menanggapi permintaan klarifikasi,
  4. Pihak lain tersebut tidak memiliki kewajiban untuk menjawab/menanggapi permintaan klarifikasi oleh Pokja Pemilihan,

Menggugurkan penawaran peserta karena pihak lain tidak atau lambat memberikan tanggapan klarifikasi inilah yang saya maksudkan melampaui batas kewenangan Pokja Pemilihan. Dalih yang mungkin digunakan oleh Pokja Pemilihan yang 'berani' menggugurkan tersebut adalah karena sudah membuat ultimatum dalam surat permintaan klarifikasi bahwa jika tidak menanggapi sampai batas waktu yang ditentukan, maka penawaran peserta pemilihan dinyatakan gugur. Apanya yang salah? Surat permintaan klarifikasi dibuat oleh Pokja Pemilihan sebagai salah satu metode mencari informasi pendukung dalam melakukan evaluasi penawaran. Jika mencantumkan syarat dan ketentuan dalam surat tersebut selain yang telah ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan, maka Pokja Pemilihan melakukan post bidding. Apa pun dalih yang digunakan,  post bidding sudah sangat jelas dilarang dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa.

Mungkin ada yang ingin mencoba berinovasi dengan menyematkan ketentuan dalam dokumen pemilihan mengenai tata cara melakukan klarifikasi untuk menghindari post bidding. Tentu hal ini dimungkinkan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Namun harus dengan sangat hati-hati. Seperti yang telah disinggung di atas bahwa tidak mudah menyederhanakan dari banyaknya kemungkinan dan dinamika yang dapat ditemui dalam evaluasi penawaran. Tugas Pokja Pemilihan bukan membuktikan kebenaran penawaran peserta, tetapi terbatas pada pemilihan penyedia berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dalam dokumen pemilihan. Klarifikasi yang dilakukan oleh Pokja Pemilihan tidak lebih dari mencari informasi tambahan yang menguatkan kesesuaian data/dokumen penawaran dengan syarat-syarat dalam dokumen pemilihan. Jika tidak sesuai secara administratif, maka cukup alasan untuk menggugurkan penawaran. 'Tidak sesuai' dalam evaluasi Pokja Pemilihan tidak selalu berarti data atau dokumen yang disampaikan tidak benar secara materiil.

Berpegang pada pendapat yang dipilih pada tulisan ini, maka hasil klarifikasi hanya dapat menggugurkan penawaran jika:

  1. Klarifikasi dilakukan kepada peserta dan peserta tersebut tidak hadir atau tidak memberikan tanggapan atas permintaan klarifikasi;
  2. Ditemukan perbedaan atau ketidaksesuaian data atau dokumen yang disampaikan dalam penawaran dengan data atau dokumen hasil klarifikasi, baik itu dilakukan kepada peserta maupun kepada pihak lain yang berwenang;
  3. Klarifikasi dilakukan kepada pihak lain yang berwenang dan pihak tersebut menyatakan bahwa data atau dokumen yang dimilikinya berbeda atau bertentangan atau menyangkal data atau dokumen yang disampaikan peserta dalam penawaran.

Muncul kemudian pertanyaan, apa yang harus dilakukan jika klarifikasi akan dilakukan kepada pihak lain yang berwenang namun sulit dihubungi? Atau bisa dihubungi tetapi tidak bersedia atau tidak menanggapi permintaan klarifikasi? Atau memberikan tanggapan, tetapi melewati batas waktu yang diberikan atau jadwal evaluasi Pokja Pemilihan? Setidaknya ada dua sikap atau tindakan yang dapat dilakukan:

  1. Klarifikasi dilakukan kepada peserta; atau
  2. Tidak perlu melakukan klarifikasi.

Mengapa tidak perlu dilakukan klarifikasi? Cukup jelas dalam ketentuan yang ditetapkan dalam Dokumen Pemilihan bahwa klarifikasi itu bersifat opsional. Jika kemudian setelah selesai proses evaluasi ditemukan ada data atau dokumen tidak benar yang disampaikan dalam penawaran peserta, maka sepenuhnya menjadi tanggung jawab peserta. Peserta yang menyampaikan penawaran sebelumnya sudah menyetujui pernyataan bahwa data atau dokumen yang disampaikan adalah benar dan bersedia dikenakan sanksi jika terbukti tidak benar. Dengan pernyataan ini sudah cukup menjadi pegangan bagi Pokja Pemilihan untuk tidak menghabiskan waktu, energi dan pikiran melakukan klarifikasi dalam hal situasi yang sulit dilakukan.

Pendapat yang dikemukakan dalam tulisan ini bukan untuk dipedomani. Hanya sebagai pengantar diskusi untuk menemukan pendapat dengan dasar argumentasi yang lebih tepat.




09 Maret 2023

Jangan Beli Produk Impor di Toko Daring

Kanal Toko Daring
Frasa "Toko Daring" dalam tulisan ini harus dibaca sebagaimana maksud dalam Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2021 tentang Toko Daring dan Katalog Elektronik dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yaitu yang beralamat di https://tokodaring.lkpp.go.id. Dalam Keputusan Kepala Deputi Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi LKPP Nomor 38 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Toko Daring dijelaskan bahwa:

"Toko Daring LKPP, untuk selanjutnya disebut Toko Daring, merupakan sistem informasi yang dikembangkan dan dikelola oleh LKPP untuk memfasilitasi pelaksanaan e-purchasing Pengadaan Barang/Jasa di K/L/PD melalui PPMSE yang berbentuk marketplace dan ritel daring.

Produk impor bukan barang "haram" dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Ada syarat tertentu yang harus dipenuhi dan tahap tertentu yang harus dilalui untuk membeli barang impor. Namun sebelumnya harus dipastikan bahwa barang yang akan dibeli adalah benar merupakan kebutuhan (bukan sekadar keinginan) sesuai identifikasi yang telah dilakukan (bukan hasil penerawangan😆). Dalam Pasal 66 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 disebutkan bahwa pengadaan barang impor dapat dilakukan dalam hal:
a. barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; atau
b. volume produksi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan.
Selain syarat tersebut, perlu juga diperhatikan ketentuan dalam Keputusan Kepala Deputi Bidang Monitoring-Evaluasi dan Pengembangan Sistem Informasi LKPP Nomor 129 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Transaksi Belanja Produk Dalam Negeri Dalam Toko Daring. Pada diktum Kesatu disebutkan:
Menetapkan komoditas Toko Daring dengan ketentuan:
a.  Seluruh Produk Dalam Negeri (PDN) yang telah tayang pada sistem aplikasi   Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) menjadi Komoditas Toko Daring; dan
b.  PDN sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan produk dari Usaha Mikro, Kecil   dan Koperasi serta Usaha Non Kecil.

Berdasarkan ketentuan tersebut, yang termasuk komoditas Toko Daring adalah seluruh produk dalam negeri yang telah tayang pada sistem aplikasi PPMSE. Dengan demikian maka produk impor tidak termasuk dalam komoditas Toko Daring.

Produk impor masih boleh dibeli jika memenuhi ketentuan Pasal 66 ayat (5) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021, namun pembeliannya tidak boleh dilakukan melalui Toko Daring. Lalu bagaimana cara membelinya? Gunakan cara selain Toko Daring. Gitu aja kok repot...?😅😅


26 Februari 2023

Pengumuman Hasil Kualifikasi

Pada pemilihan penyedia barang/jasa dengan metode prakualifikasi, salah satu tahap yang dilakukan oleh Pokja Pemilihan adalah mengumumkan hasil kualifikasi. Untuk pemilihan penyedia (seleksi) jasa konsultansi badan usaha, baik konsultansi konstruksi maupun konsultansi nonkonstruksi, pengumuman hasil kualifikasi berisi daftar pendek (short list) dengan ketentuan:
  • dalam hal peserta yang lulus pembuktian kualifikasi berjumlah lebih dari atau sama dengan 7 (tujuh) maka daftar pendek berjumlah 7 (tujuh) peserta; atau 
  • dalam hal peserta yang lulus pembuktian kualifikasi berjumlah 3 (tiga) sampai dengan 6 (enam) maka seluruh peserta masuk ke dalam daftar pendek.

Daftar pendek ditetapkan berdasarkan urutan peringkat terbaik (peringkat 1 sampai 7) jika peserta yang lulus pembuktian kualifikasi lebih dari 7 (tujuh) peserta. Dasar menentukan peringkat terbaik adalah nilai teknis kualifikasi. Dengan kriteria evaluasi teknis yang ditetapkan dalam dokumen kualifikasi, sangat mungkin terjadi ada peserta yang memiliki nilai teknis kualifikasi yang sama. Bagaimana menentukan peringkat peserta jika hal ini terjadi? Dalam Dokumen Kualifikasi pada Subbab Penetapan Hasil Kualifikasi dijelaskan bahwa apabila terdapat 2 (dua) atau lebih peserta mendapatkan nilai teknis kualifikasi yang sama  maka penentuan peringkat peserta didasarkan pada nilai kontrak pekerjaan sejenis tertinggi dan hal ini dicatat dalam Berita Acara. Tidak dijelaskan berita acara apa yang dimaksudkan pada bagian tersebut. Jika dilihat bahwa ketentuan ini terdapat pada penetapan hasil kualifikasi, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksudkan adalah Berita Acara Penetapan Hasil Kualifikasi. Apapun nama dokumen yang dimaksudkan tidaklah esensial dipermasalahkan karena yang terpenting dalam setiap tahapan pengadaan barang/jasa adalah pendokumentasian kegiatan sebagai bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dari uraian di atas, maka dapat dilihat bahwa penentuan peringkat terbaik didasarkan pada nilai teknis kualifikasi atau digabungkan dengan nilai kontrak pekerjaan sejenis tertinggi (NPT). Jadi filter pertama untuk menentukan peringkat terbaik adalah nilai teknis kualifikasi. Apabila ada peserta yang memiliki nilai teknis kualifikasi yang sama, maka disortir kembali berdasarkan NPT sebagai filter kedua. Kondisi yang belum diatur adalah kemungkinan terjadinya ada peserta yang memiliki NPT yang sama. Meskipun kemungkinannya kecil, namun tetap harus dipertimbangkan untuk dilengkapi ketentuannya dalam dokumen kualifikasi.

Berita Acara Penetapan Hasil Kualifikasi maupun berita acara lainnya pada umumnya tidak diberikan bentuk/model/standar dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah. Bentuk berita acara dalam aplikasi SPSE hanya bersifat membantu pembuatan berita acara, namun tidak dinyatakan sebagai bentuk baku dalam peraturan pengadaan barang/jasa. Tentu ini menjadi ruang kreativitas Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan dengan memerhatikan informasi pokok yang akan didokumentasikan dalam berita acara. Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia dijelaskan bahwa Berita Acara adalah catatan laporan yang dibuat mengenai waktu terjadi, tempat, keterangan, dan petunjuk lain tentang suatu perkara atau peristiwa. 

Kondisi ketika ada peserta memiliki nilai teknis kualifikasi yang sama dan peringkatnya kemudian disortir berdasarkan NPT adalah termasuk bagian dari keterangan atau petunjuk lain dalam dokumen berita acara. Jika keterangan ini tidak dicatat, maka ada informasi penting yang tidak terdokumentasikan. Informasi NPT ini penting karena sangat menentukan hasil kualifikasi. Jika tidak tercatat, maka bisa menimbulkan spekulasi tentang kebenaran hasil kualifikasi. Akuntabilitas hasil kerja Pokja Pemilihan tidak cukup dengan kepercayaan pada otoritasnya, tetapi harus berbasis data. 

Bagaimana jika informasi NPT hanya dicatat sebagian dalam berita acara? Misalnya NPT terendah saja yang dicatat dari 7 peserta yang masuk dalam daftar pendek sebagai dasar bahwa peserta lain yang memiliki NPT kurang dari NPT terendah tersebut tidak masuk daftar pendek. Dasar ini cukup logis dengan menjadikan NPT terendah semacam "ambang batas" untuk masuk daftar pendek. Namun demikian, cara ini juga tidak memberikan informasi yang memadai bahwa 6 peserta lainnya memenuhi ambang batas daftar pendek karena tidak menampilkan NPT-nya. Demikian juga dengan peserta lain yang tidak masuk daftar pendek, tidak disajikan data NPT-nya yang menjadi alasan tidak memenuhi syarat daftar pendek. Informasi yang tidak lengkap seperti ini tentu akan memancing pertanyaan bagi pengguna informasi, baik itu bagi peserta yang dapat dijadikan bahan sanggahan, ataupun auditor dalam melaksanakan fungsi pengawasan, bahkan aparat penegak hukum jika ditemukan sesuatu yang bermasalah secara hukum.

Peserta yang dinyatakan masuk dalam daftar pendek selanjutnya diundang untuk mengikuti tahap seleksi, yaitu menyampaikan penawaran administrasi, teknis dan biaya. Pada tahap ini, salah satu yang dikompetisikan dalam penawaran teknis adalah pengalaman peserta dengan nilai kontrak pekerjaan sejenis tertinggi (NPT). NPT yang dikompetisikan bisa jadi yang sudah diumumkan tersebut, tetapi juga masih bisa menambahkan dengan memasukkan dalam penawaran teknis jika masih memilik pengalaman yang belum dibuktikan pada saat pembuktian kualifikasi. Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah: apakah dengan mengumumkan NPT peserta pada saat pengumuman hasil kualifikasi tidak melanggar kerahasiaan data peserta yang masih akan dikompetisikan pada tahap seleksi? 

Pada tahap seleksi, pengalaman pekerjaan yang dikompetisikan bisa diambil dari hasil pembuktian kualifikasi. Namun peserta masih dapat menambahkan pengalaman pekerjaan selain yang sudah dibuktikan pada saat pembuktian kualifikasi dengan melampirkan bukti kontrak dan bukti serah terima pekerjaan/referensi dari pemberi kerja/bukti pembayaran terakhir/bukti potong pajak pembayaran terakhir. Dengan demikian, NPT yang menjadi takaran daftar pendek pada tahap kualifikasi belum pasti menjadi NPT yang dikompetisikan dalam tahap seleksi.

Dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 pada Lampiran I (Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Lainnya/Jasa Konsultansi Nonkonstruksi melalui Penyedia) disebutkan bahwa Pengumuman hasil kualifikasi memuat paling sedikit:

  1. Nama dan alamat Pokja Pemilihan yang mengadakan tender/seleksi;
  2. Nama paket pengadaan; 
  3. Nama, NPWP, dan alamat peserta baik yang lulus maupun tidak lulus kualifikasi beserta alasan tidak lulus; dan
  4. Nama peserta yang masuk dalam daftar pendek untuk Jasa Konsultansi Badan Usaha. 
Ketentuan yang sama juga berlaku untuk Jasa Konsultansi Konstruksi Badan Usaha sebagaimana disebutkan dalam Lampiran II (Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi melalui Penyedia).

Muatan "paling sedikit" dalam pengumuman hasil kualifikasi tersebut mengisyaratkan bahwa masih dapat ditambahkan muatan lain, terutama jika hal itu penting dan turut menentukan hasil kualifikasi. Misalnya NPT yang menjadi salah satu yang menentukan peringkat untuk menyortir daftar pendek. Mencantumkan NPT dalam pengumuman hasil kualifikasi bukanlah keharusan, terutama jika sudah tercatat dalam Berita Acara Penetapan Hasil Kualifikasi. Namun mencantumkan NPT dalam pengumuman hasil kualifikasi juga bukan berarti menambahkan muatan pengumuman tanpa dasar. Dasarnya tentu saja adalah karena informasi NPT tersebut menjadi bagian dari riwayat penetapan hasil kualifikasi. Jika NPT bukan menjadi salah satu penentu peringkat peserta, yaitu dalam hal peringkat secara murni ditentukan oleh nilai teknis kualifikasi (tidak ada nilai teknis kualifikasi yang sama), maka cukup mencantumkan nilai teknis kualifikasi tanpa NPT.

***Pendapat pribadi ini bukan untuk dipedomani.

18 Januari 2023

Perhitungan atau Penghitungan TKDN?

"Cuma beda dua huruf." 
"Tidak akan berakibat fatal." 
"Tidak akan mengancam keselamatan jiwa." 
"Tidak akan bermasalah secara hukum." 
"Pokoknya ini masalah sepele." 
"Tidak usah diungkit atau dibesar-besarkan!" 
"Tidak usah nyinyir!" 

Beberepa kalimat tersebut hanya dugaan bentuk respons yang akan diberikan ketika ada yang menyoal penggunaan kata yang paling tepat antara perhitungan atau penghitungan bilamana dimaksudkan sebagai cara menentukan nilai TKDN. Dalam penuturan lisan, mungkin tidak akan dipermasalahkan. Berbeda halnya ketika dimuat dalam dokumen tertulis, terlebih jika merupakan dokumen resmi dan tujuan formal. Tentu saja ini menjadi masalah. Karena dalam proses morfologi, dua dari beberapa kata jadian hitung di antaranya adalah dibedakan makna perhitungan dan penghitungan. Pembedaan dua bentuk kata tersebut juga tentu memiliki makna (fungsi semantik) dan penggunaan dalam konteks yang berbeda (fungsi gramatik).

Pekan lalu, hari Rabu dan Kamis tanggal 11 dan 12 Januari 2023, Pemerintah Kota Bontang melalui Bagian Pengadaan Barang/Jasa Sekretariat Daerah Kota Bontang menggelar Bimbingan Teknis (Bimtek) bertema Tata Cara Perhitungan TKDN dan Penerapannya pada Setiap Tahapan Pengadaan Barang/Jasa. Kegiatan berjalan sukses. Peserta pun pada umumnya memberikan kesan yang positif atas terlaksananya Bimtek tersebut. Banyak peserta merasa mendapat banyak manfaat karena selama ini belum pernah dilaksanakan Bimtek bertema TKDN di lingkungan Pemerintah Kota Bontang. Apalagi akhir-akhir ini ketika berbicara pengadaan barang/jasa pemerintah, TKDN selalu menjadi topik utama. Hal TKDN ini kian menghangat sejak dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada tanggal 30 Maret 2022. 

Bertolak dari pelaksanaan kegiatan tersebut, terbersit ide untuk menelusuri penggunaan kata perhitungan dan penghitungan. Mencari tahu maknanya lalu menalar, mana lebih tepat digunakan apakah Perhitungan TKDN ataukah Penghitungan TKDN. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mencari makna leksikalnya. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, berikut arti dari kata dasar hitung dan beberapa kata turunannya:

  • hitungmembilang (menjumlahkan, mengurangi, membagi, memperbanyakkan, dsb)
  • perhitungan: (1) perbuatan (hal, cara, dsb) memperhitungkan; (2) pendapatan (hasil) memperhitungkan; (3) keterangan dan perincian mengenai keluar masuk uang (laba rugi dsb); (4) pertimbangan mengenai sesuatu; perkiraan; penyelesaian.
  • memperhitungkan: (1) mengira-ngira dan menghitung-hitung berapa banyak (biaya pengeluaran dsb); (2) menghitung utang-piutang (pembayarannya dsb) dihubungkan dng urusan uang yg lain; (3) mengingat akan; memasukkan dl pertimbangan; 4 mempertimbangkan; merundingkan.
  • penghitungan: proses, cara, perbuatan menghitung.
  • menghitung: (1) mencari jumlahnya (sisanya, pendapatannya) dng menjumlahkan, mengurangi, dsb; (2) membilang untuk mengetahui berapa jumlahnya (banyaknya); (3) menentukan atau menetapkan menurut (berdasarkan) sesuatu.

Dari arti beberapa turunan kata hitung tersebut, maka didapatkan gambaran bahwa kata perhitungan lebih memiliki kedekatan makna dengan perkiraan, estimasi, pertimbangan dan lain-lain. Jika ditelusuri dalam Tesaurus Tematis Bahasa Indonesia, ditemukan kata yang bertalian dengan kata perhitungan dalam satu paragraf pada artikel "Bilangan" yaitu estimasi, penaksiran; perkiraan. Sedangkan kata penghitungan lebih bermakna matematis yang di dalamnya ada operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Dari Tesaurus Tematis Bahasa Indonesiaditemukan kata yang bertalian dengan kata penghitungan dalam satu paragraf pada artikel  "Bilangan"  yaitu pembilangan, pemerincian, pencacahan, penghisaban, penyensusan, pembukuan. Apa itu Tesaurus? Mari melihat penjelasan pada website resminya:

Kata tesaurus berasal dari kata thēsauros, bahasa Yunani yang bermakna 'khazanah'. Kata tersebut kemudian mengalami perkembangan makna, yakni 'buku yang dijadikan sumber informasi'. Tesaurus memuat kata atau sekelompok kata yang saling bertalian. Pada dasarnya tesaurus merupakan sarana untuk mengalihkan ide atau gagasan ke kata atau sebaliknya. Tesaurus dapat membantu orang dalam menyelidiki atau menyelami, mulai dari suatu gagasan hingga masuk ke dalam dunia kata yang saling berkaitan

Untuk memilih kata yang lebih tepat jika disandingkan dengan TKDN sebagaimana maksud dalam kegiatan Bimtek di atas, maka perlu dicermati proses atau aktivitas apa yang dilakukan dalam menentukan TKDN tersebut. TKDN adalah singkatan dari Tingkat Komponen Dalam Negeri. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 pada Pasal 1 ayat (24) dijelaskan bahwa Tingkat Komponen Dalam Negeri yang selanjutnya disebut TKDN adalah besaran kandungan dalam negeri pada barang, jasa, serta gabungan barang dan jasa. Ada sedikit perbedaan dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16/M-IND/PER/2/2011 pada Pasal 1 ayat (7) dijelaskan bahwa TKDN adalah besarnya komponen dalam negeri pada barang, jasa, serta gabungan barang dan jasa. Selanjutnya dalam Pasal 1 Peraturan Menteri tersebut, berturut-turut dari ayat (8), (9) dan (10) dijelaskan sebagai berikut:

  • Komponen dalam negeri pada barang adalah penggunaan bahan baku, rancang bangun dan perekayasaan yang mengandung unsur manufaktur, fabrikasi, perakitan, dan penyelesaian akhir pekerjaan yang berasal dari dan dilaksanakan di dalam negeri;
  • Komponen dalam negeri pada jasa adalah penggunaan jasa sampai dengan penyerahan akhir dengan memanfaatkan tenaga kerja termasuk tenaga ahli, alat kerja termasuk perangkat lunak dan sarana pendukung yang berasal dari dan dilaksanakan di dalam negeri;
  • Komponen dalam negeri pada gabungan barang dan jasa adalah penggunaan bahan baku, rancang bangun dan perekayasaan yang mengandung unsur manufaktur, fabrikasi, perakitan, dan penyelesaian akhir pekerjaan serta penggunaan jasa dengan memanfaatkan tenaga kerja termasuk tenaga ahli, alat kerja termasuk perangkat lunak dan sarana pendukung sampai dengan penyerahan akhir yang berasal dari dan dilaksanakan di dalam negeri.
Proses untuk menentukan nilai TKDN untuk barang, jasa serta gabungan barang dan jasa dapat dilihat pada pasal-pasal berikut:
  1. Pasal 2 ayat (1): TKDN barang dihitung berdasarkan perbandingan antara harga barang jadi dikurangi harga komponen luar negeri terhadap harga barang jadi.
  2. Pasal 8 ayat (1): TKDN jasa dihitung berdasarkan perbandingan antara harga jasa keseluruhan dikurangi harga jasa luar negeri terhadap harga jasa keseluruhan.
  3. Pasal 11 ayat (1): TKDN gabungan barang dan jasa merupakan perbandingan antara keseluruhan harga komponen dalam negeri barang ditambah keseluruhan harga komponen dalam negeri jasa terhadap keseluruhan harga barang dan jasa.
Dari pasal-pasal tersubut dapat dilihat bahwa proses menentukan nilai TKDN dilakukan dengan operasi matematika yang ditunjukkan oleh kata-kata perbandingan, dikurangi, keseluruhan, gabungan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa langkah yang dilakukan adalah proses menghitung atau melakukan penghitungan. Namun terdapat penggunaan kata secara bergantian pada Peraturan Menteri ini. Pada bagian judul disebutkan bahwa Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16/M-IND/PER/2/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Tigkat Komponen Dalam Negeri. Pada bagian judul ini menggunakan awalan peng-. Dalam batang tubuhnya ditemukan lebih banyak menggunakan awalan per-. Misalnya pada pada ayat berikut:
  1. Pasal 3 ayat (1): Perhitungan TKDN barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan terhadap setiap jenis barang.
  2. Pasal 4 ayat (1): Perhitungan TKDN barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditelusuri sampai dengan barang tingkat dua yang dihasilkan oleh produsen dalam negeri. 
  3. Pasal 7 ayat (1): Perhitungan TKDN barang dilakukan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
  4. Pasal 7 ayat (2), (3) dan (5), Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (1), (2) dan (3) dan Pasal 12 ayat (1), (2) dan (3).
Pasal-pasal yang menggunakan kata penghitungan dapat ditemui pada:
  1. Pasal 6: Penghitungan TKDN untuk gabungan lebih dari satu jenis barang jadi (TKDN gabungan beberapa barang/multi product) dilakukan berdasarkan perbandingan antara akumulasi dari perkalian TKDN dengan harga pembelian masing-masing barang terhadap harga pembelian gabungan barang.
  2. Pasal 7 ayat (4): Tata cara penghitungan TKDN barang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini.
  3. Pasal 7 ayat (6): Tata cara penghitungan TKDN gabungan beberapa barang/multi product sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini.
  4. Pasal 10 ayat (4), Pasal 11 ayat (4) dan (5), Pasal 12 ayat (4) dan Pasal 16.
Pada Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri ditemukan hanya satu kali menggunakan kata perhitungan yaitu pada Pasal 72 ayat (3). Selebihnya menggunakan kata penghitungan sebanyak 12 (dua belas) kali yaitu pada Pasal 67 ayat (6), Pasal 69, Pasal 70 ayat (1), (2), dua kali pada ayat (4), dan (5), Pasal 72 dua kali pada ayat (1), dua kali pada ayat (2), dan ayat (3). Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian hanya menggunakan kata penghitungan yaitu pada Pasal 87 ayat (2). Dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah hanya menggunakan kata perhitungan yaitu pada Pasal 66 ayat (3).

Selanjutnya kita lihat beberapa regulasi terkait TKDN berikut:

  1. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 46 Tahun 2022 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri untuk Industri Kecil,
  2. Peraturan Menteri Perindustrian 31 Tahun 2022 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro,
  3. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2022 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle),
  4. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 22 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Elektronika dan Telematika,
  5. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Farmasi.
Judul peraturan tersebut semuanya menggunakan kata penghitungan. Beberapa contoh penggunaan kata dalam peraturan tersebut tentu bukan menjadi acuan untuk menentukan penggunaan bentuk kata yang paling tepat. Sebagaimana telah disinggung di atas bahwa terdapat penggunaan bentuk kata yang berbeda dalam konteks yang sama sehingga memilih kata yang paling tepat tetap harus dikembalikan pada kaidah tata bahasa. Jika yang dimaksudkan adalah proses atau cara menentukan nilai TKDN, maka sesuai dengan makna dan konteks yang paling tepat adalah penghitungan TKDN. Jika yang dimaksudkan adalah pertimbangan, hal yang dijadikan perhatian atau hal yang diperhitungkan atau dipertimbangkan dalam menentukan barang/jasa, maka bentuk kata yang digunakan adalah perhitungan TKDN. Contoh kalimatnya apa ya....??? Sepertinya sulit merangkai kalimat yang mengandung frasa 'perhitungan TKDN' sesuai makna dalam konteks ini😆😆😆. 

Demikian. Jika ada pendapat berbeda, silakanlah berikan penjelasan dan argumentasinya.

12 Januari 2023

Bekesah TKDN, Cak Mustofa Hadir di Kota Bontang

Dua hari ini, 11 dan 12 Januari 2023, Cak Mustofa membersamai (lagi) insan pengadaan di Kota Bontang. Masih melanjutkan kesahan yang belum mencapai klimaks dalam alur cerita TKDN di Balikpapan tanggal 18 November 2022, banyak penggalan-penggalan kisah tak tersampaikan sebagai dampak sensor tak memadainya alokasi waktu. Alhasil, kisah-kisah lebih sensitif yang tak ternarasikan secara vulgar kala itu dipentaskan lagi dalam sequel TKDN berlatar Kota Bontang. Namun sebenarnya ada alasan lebih penting. Peserta yang mengikuti kegiatan di Balikpapan saat itu hanya berasal dari UKPBJ Kota Bontang. Padahal ada pihak yang lebih berkepentingan tentang tata cara penghitungan TKDN dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Cerita-cerita yang ditutur ulang oleh tim dari UKPBJ kepada para Pelaku Pengadaan di Kota Bontang belum cukup ampuh menakut-nakuti dengan azab yang mengancam bagi siapa saja yang mencoba-coba mengabaikan pesan penting dalam ayat-ayat TKDN.

Dimulai pada hari Rabu tanggal 11 Januari 2023, bertempat di Auditorium 3 Dimensi Kota Bontang dengan dibuka oleh Sekretaris Daerah Kota Bontang, Ir. Hj. Aji Erlynawati, M.T., Bimbingan Teknis Tata Cara Penghitungan TKDN dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menampilkan Cak Mustofa, Sang Selebriti Pengadaan dari Provinsi Jawa Timur. Tentang ludrukannya yang sudah sempat disentil sebelumnya, masih tetap menjadi warna khas performanya. Hari pertama di sesi awal, Cak Mus sukses berbagi pesan mahapenting mengenai diungkit dan diangkatnya kembali TKDN sebagai isu "menakutkan" bagi Pelaku Pengadaan. Bagaimana tidak, TKDN yang selama ini masih dianggap isapan jempol belaka bagi sebagian Pelaku Pengadaan tak pelak membuat para hadirin yang berasal dari unsur PPK dan staf teknis Perangkat Daerah Kota Bontang memasang muka serius lantas larut dalam celetukan Cak Mus dibumbui bullyan yang mengena. Kehadiran Ibu Sekretaris Daerah sampai berakhir sesi pertama juga cukup menahan pantat peserta Bimtek tetap lengket di tempat duduk hingga break siang. Yang juga cukup efektif memantik perhatian peserta tentang pentingnya TKDN adalah joke-joke telak Cak Mus mengenai peran APIP terkait TDKN sambil sesekali menyentil Ibu Enik Ruswati, S.E., M.M., Ak., CA., CRA., Inspektur Daerah Kota Bontang yang juga tetap bersetia menyimak. Tak ketinggalan pula Ibu Ir. Hj. Sarifah Nurul Hidayati, M.M., Asisten Administrasi Umum Sekretariat Daerah Kota Bontang.

Cak Mustofa bersama Sekretaris Daerah Kota Bontang dan Tim UKPBJ (Hari Pertama)
Sesi pertama hari pertama dibahas peraturan-peraturan terkait pemberlakuan TKDN dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Mulai dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16/M-IND/PER/2/2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 tentang Pemberdayaan Industri, Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022 tentang Percepatan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri dan Produk Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Koperasi dalam Rangka Menyukseskan Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia pada Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, dan lain-lain. Pada sesi kedua dilanjutkan dengan praktek penghitungan TKDN untuk pengadaan Barang.

Cak Mustofa bersama Tim UKPBJ Bontang (Hari Kedua)
Acara hari kedua, Kamis tanggal 12 Januari 2023 dilanjutkan di Pendopo Rumah Jabatan Walikota Bontang. Sesi pertama dilakukan praktek penghitungan TKDN pengadaan Jasa Lainnya dan pengadaan Jasa Konsultansi. Sesi kedua adalah praktek menghitung TKDN pengadaan Pekerjaan Konstruksi hingga berakhir acara. Meskipun sesi hitung-menghitung merupakan bagian yang menjemukan, namun gelora semangat peserta masih terlihat sangat bergairah. Harapan terbesar seusai kegiatan ini adalah pemahaman yang sudah cukup memadai diperoleh peserta dapat sesegera mungkin diterapkan dalam pengadaan barang/jasa di unit kerja masing-masing. Ilmu TKDN yang dipoeroleh hendaknya tidak dijadikan barang antik yang disemayamkan di gua pertapaan. Karena bisa menjadi benda bertuah yang memberi kutukan balik bagi pemiliknya yang abai merawat dan memanfaatkannya.

Sampai jumpa lagi, Cak Mus. Sampai berjumpa lagi di kisah yang lain. Berharap ilmu dan pengalaman yang engkau bagi kisahkan di sini menjadi amal jariyah dan tetap menjadi jalan pengabdian Cak Mus bagi negeri ini yang semoga baik-baik saja.