"Tidak akan berakibat fatal."
"Tidak akan mengancam keselamatan jiwa."
"Tidak akan bermasalah secara hukum."
"Pokoknya ini masalah sepele."
"Tidak usah diungkit atau dibesar-besarkan!"
"Tidak usah nyinyir!"
Beberepa kalimat tersebut hanya dugaan bentuk respons yang akan diberikan ketika ada yang menyoal penggunaan kata yang paling tepat antara perhitungan atau penghitungan bilamana dimaksudkan sebagai cara menentukan nilai TKDN. Dalam penuturan lisan, mungkin tidak akan dipermasalahkan. Berbeda halnya ketika dimuat dalam dokumen tertulis, terlebih jika merupakan dokumen resmi dan tujuan formal. Tentu saja ini menjadi masalah. Karena dalam proses morfologi, dua dari beberapa kata jadian hitung di antaranya adalah dibedakan makna perhitungan dan penghitungan. Pembedaan dua bentuk kata tersebut juga tentu memiliki makna (fungsi semantik) dan penggunaan dalam konteks yang berbeda (fungsi gramatik).
Bertolak dari pelaksanaan kegiatan tersebut, terbersit ide untuk menelusuri penggunaan kata perhitungan dan penghitungan. Mencari tahu maknanya lalu menalar, mana lebih tepat digunakan apakah Perhitungan TKDN ataukah Penghitungan TKDN. Langkah pertama yang dapat dilakukan adalah mencari makna leksikalnya. Dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, berikut arti dari kata dasar hitung dan beberapa kata turunannya:
- hitung: membilang (menjumlahkan, mengurangi, membagi, memperbanyakkan, dsb).
- perhitungan: (1) perbuatan (hal, cara, dsb) memperhitungkan; (2) pendapatan (hasil) memperhitungkan; (3) keterangan dan perincian mengenai keluar masuk uang (laba rugi dsb); (4) pertimbangan mengenai sesuatu; perkiraan; penyelesaian.
- memperhitungkan: (1) mengira-ngira dan menghitung-hitung berapa banyak (biaya pengeluaran dsb); (2) menghitung utang-piutang (pembayarannya dsb) dihubungkan dng urusan uang yg lain; (3) mengingat akan; memasukkan dl pertimbangan; 4 mempertimbangkan; merundingkan.
- penghitungan: proses, cara, perbuatan menghitung.
- menghitung: (1) mencari jumlahnya (sisanya, pendapatannya) dng menjumlahkan, mengurangi, dsb; (2) membilang untuk mengetahui berapa jumlahnya (banyaknya); (3) menentukan atau menetapkan menurut (berdasarkan) sesuatu.
Dari arti beberapa turunan kata hitung tersebut, maka didapatkan gambaran bahwa kata perhitungan lebih memiliki kedekatan makna dengan perkiraan, estimasi, pertimbangan dan lain-lain. Jika ditelusuri dalam Tesaurus Tematis Bahasa Indonesia, ditemukan kata yang bertalian dengan kata perhitungan dalam satu paragraf pada artikel "Bilangan" yaitu estimasi, penaksiran; perkiraan. Sedangkan kata penghitungan lebih bermakna matematis yang di dalamnya ada operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Dari Tesaurus Tematis Bahasa Indonesia, ditemukan kata yang bertalian dengan kata penghitungan dalam satu paragraf pada artikel "Bilangan" yaitu pembilangan, pemerincian, pencacahan, penghisaban, penyensusan, pembukuan. Apa itu Tesaurus? Mari melihat penjelasan pada website resminya:
Kata tesaurus berasal dari kata thēsauros, bahasa Yunani yang bermakna 'khazanah'. Kata tersebut kemudian mengalami perkembangan makna, yakni 'buku yang dijadikan sumber informasi'. Tesaurus memuat kata atau sekelompok kata yang saling bertalian. Pada dasarnya tesaurus merupakan sarana untuk mengalihkan ide atau gagasan ke kata atau sebaliknya. Tesaurus dapat membantu orang dalam menyelidiki atau menyelami, mulai dari suatu gagasan hingga masuk ke dalam dunia kata yang saling berkaitan
Untuk memilih kata yang lebih tepat jika disandingkan dengan TKDN sebagaimana maksud dalam kegiatan Bimtek di atas, maka perlu dicermati proses atau aktivitas apa yang dilakukan dalam menentukan TKDN tersebut. TKDN adalah singkatan dari Tingkat Komponen Dalam Negeri. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2018 pada Pasal 1 ayat (24) dijelaskan bahwa Tingkat Komponen Dalam Negeri yang selanjutnya disebut TKDN adalah besaran kandungan dalam negeri pada barang, jasa, serta gabungan barang dan jasa. Ada sedikit perbedaan dengan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16/M-IND/PER/2/2011 pada Pasal 1 ayat (7) dijelaskan bahwa TKDN adalah besarnya komponen dalam negeri pada barang, jasa, serta gabungan barang dan jasa. Selanjutnya dalam Pasal 1 Peraturan Menteri tersebut, berturut-turut dari ayat (8), (9) dan (10) dijelaskan sebagai berikut:
- Komponen dalam negeri pada barang adalah penggunaan bahan baku, rancang bangun dan perekayasaan yang mengandung unsur manufaktur, fabrikasi, perakitan, dan penyelesaian akhir pekerjaan yang berasal dari dan dilaksanakan di dalam negeri;
- Komponen dalam negeri pada jasa adalah penggunaan jasa sampai dengan penyerahan akhir dengan memanfaatkan tenaga kerja termasuk tenaga ahli, alat kerja termasuk perangkat lunak dan sarana pendukung yang berasal dari dan dilaksanakan di dalam negeri;
- Komponen dalam negeri pada gabungan barang dan jasa adalah penggunaan bahan baku, rancang bangun dan perekayasaan yang mengandung unsur manufaktur, fabrikasi, perakitan, dan penyelesaian akhir pekerjaan serta penggunaan jasa dengan memanfaatkan tenaga kerja termasuk tenaga ahli, alat kerja termasuk perangkat lunak dan sarana pendukung sampai dengan penyerahan akhir yang berasal dari dan dilaksanakan di dalam negeri.
- Pasal 2 ayat (1): TKDN barang dihitung berdasarkan perbandingan antara harga barang jadi dikurangi harga komponen luar negeri terhadap harga barang jadi.
- Pasal 8 ayat (1): TKDN jasa dihitung berdasarkan perbandingan antara harga jasa keseluruhan dikurangi harga jasa luar negeri terhadap harga jasa keseluruhan.
- Pasal 11 ayat (1): TKDN gabungan barang dan jasa merupakan perbandingan antara keseluruhan harga komponen dalam negeri barang ditambah keseluruhan harga komponen dalam negeri jasa terhadap keseluruhan harga barang dan jasa.
- Pasal 3 ayat (1): Perhitungan TKDN barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan terhadap setiap jenis barang.
- Pasal 4 ayat (1): Perhitungan TKDN barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) ditelusuri sampai dengan barang tingkat dua yang dihasilkan oleh produsen dalam negeri.
- Pasal 7 ayat (1): Perhitungan TKDN barang dilakukan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan.
- Pasal 7 ayat (2), (3) dan (5), Pasal 9 ayat (2), Pasal 10 ayat (1), (2) dan (3) dan Pasal 12 ayat (1), (2) dan (3).
- Pasal 6: Penghitungan TKDN untuk gabungan lebih dari satu jenis barang jadi (TKDN gabungan beberapa barang/multi product) dilakukan berdasarkan perbandingan antara akumulasi dari perkalian TKDN dengan harga pembelian masing-masing barang terhadap harga pembelian gabungan barang.
- Pasal 7 ayat (4): Tata cara penghitungan TKDN barang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini.
- Pasal 7 ayat (6): Tata cara penghitungan TKDN gabungan beberapa barang/multi product sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Menteri ini.
- Pasal 10 ayat (4), Pasal 11 ayat (4) dan (5), Pasal 12 ayat (4) dan Pasal 16.
Selanjutnya kita lihat beberapa regulasi terkait TKDN berikut:
- Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 46 Tahun 2022 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri untuk Industri Kecil,
- Peraturan Menteri Perindustrian 31 Tahun 2022 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Alat Kesehatan dan Alat Kesehatan Diagnostik In Vitro,
- Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 6 Tahun 2022 tentang Spesifikasi, Peta Jalan Pengembangan, dan Ketentuan Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle),
- Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 22 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Elektronika dan Telematika,
- Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2020 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Farmasi.
Demikian. Jika ada pendapat berbeda, silakanlah berikan penjelasan dan argumentasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar