Pada Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 Pasal
19 ayat (2) disebutkan bahwa dalam penyusunan spesifikasi teknis/KAK dimungkinkan
penyebutan merek terhadap:
a. komponen barang/jasa;
b. suku cadang;
c. bagian dari satu sistem yang sudah ada; atau
Untuk penyebutan merek dalam spesifikasi teknis
pada komponen barang/jasa, suku cadang atau bagian dari suatu sistem dapat disematkan
pada salah satu atau kedua sisi. Jika yang disebutkan adalah merek komponen,
suku cadang atau bagiannya, maka bisa jadi berbeda dengan merek barang induk
atau kesatuan sistemnya. Penyebutan merek dalam hal ini harus dapat dipastikan
bahwa hanya merek tersebut yang kompatibel. Jika ada merek lain yang
kompatibel, maka yang disebutkan dalam spesifikasi teknis adalah merek barang
induk atau kesatuan sistemnya. Namun penting diperhatikan bahwa perbedaan merek
antara bagian dengan kesatuannya tersebut tidak melanggar ketentuan hak cipta atau menyebabkan gugurnya garansi jika masih dalam masa garansi. Pada
kasus tertentu merek keduanya harus sama antara komponen, suku cadang atau
bagian dengan induk atau kesatuannya.
Bagaimana dengan barang/jasa dalam katalog
elektronik atau toko daring? Hal inilah yang akan menjadi fokus dalam tulisan
ini. Karena sepertinya ada anggapan bahwa jika pengadaan barang/jasa dilakukan dengan
metode e-purchasing maka sudah pasti dapat menyebut merek dalam
spesifikasi teknis. Apakah benar demikian? Sebelum membincang lebih lanjut, perlu
diingat kembali bahwa spesifikasi teknis disusun oleh PA/KPA pada saat
perencanaan pengadaan setelah dilakukan identifikasi kebutuhan. Selanjutnya PPK
menetapkan spesifikasi teknis pada saat persiapan pengadaan dengan mengacu pada
spesifikasi teknis yang disusun pada saat perencanaan pengadaan.
Spesifikasi teknis pada dokumen perencanaan
pengadaan tidak memungkinkan menyebut merek. Pada saat dilakukan analisis pasar
dengan metode brand approach and market share, ditentukan 2 sampai 5
merek/tipe produk yang dijadikan dasar menyusun spesifikasi teknis[1].
Dengan adanya lebih dari satu merek tersebut, maka tidak mungkin disebut
keseluruhannya dalam spesifikasi teknis. Dengan dasar tersebut, menyebut merek
dalam dokumen RKA atau DPA sudah pasti menyimpang dari ketentuan. Penyebutan
merek yang dimungkinkan sebagaimana disebut dalam Pasal 19 ayat (2) Peraturan
Presiden Nomor 12 tahun 2021 adalah spesifikasi teknis yang ditetapkan oleh PPK
pada saat persiapan pengadaan barang/jasa.
Apa yang harus dilakukan jika terlanjur menyebut
merek dalam DPA sebagaimana terjadi dalam beberapa kasus belakangan ini? Yang
pertama harus diingat bahwa hal tersebut menyimpang dari peraturan yang
berlaku. Penyimpangan dari peraturan harus diluruskan, bukan diteruskan. PPK memiliki
kewenangan melakukan reviu spesifikasi teknis/KAK yang telah disusun pada tahap
perencanaan Pengadaan Barang/Jasa. Reviu dilakukan berdasarkan data/informasi
pasar terkini untuk mengetahui ketersediaan barang/jasa, harga, pelaku usaha
dan alternatif barang/jasa sejenis. Dalam melakukan reviu ketersediaan
barang/jasa perlu memerhatikan:
Dalam Keputusan Kepala LKPP Nomor 122 Tahun 2022
tentang Tata Cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik dijelaskan bahwa
penyusunan spesifikasi teknis oleh PPK dilakukan dengan memerhatikan ketentuan
sebagai berikut:
(1) Spesifikasi teknis mengacu pada spesifikasi teknis
yang disusun pada tahap perencanaan pengadaan. Spesifikasi teknis tersebut
dapat disesuaikan berdasarkan data/informasi pasar terkini untuk mengetahui
ketersediaan barang/jasa, harga, pelaku usaha dan alternatif barang/jasa
sejenis. Termasuk dalam hal ini perlu memerhatikan ketersediaan produk dalam negeri
dan produk dari Penyedia dengan kualifikasi Usaha Kecil.
(2) Penyusunan spesifikasi teknis dimungkinkan menyebut
merek barang/jasa yang tercantum pada Katalog Elektronik, dengan didukung
justifikasi teknis secara tertulis yang ditetapkan PPK. Justifikasi teknis
tersebut menjelaskan alasan, pertimbangan, bukti/fakta terhadap kebutuhan atas
suatu merek tertentu.
Pada angka (2) disebutkan bahwa penyusunan
spesifikasi teknis dimungkinkan menyebut merek barang/jasa yang tercantum pada
Katalog Elektronik, dengan didukung justifikasi teknis secara tertulis yang
ditetapkan PPK. Pada ketentuan ini juga menggunakan kata “dimungkinkan”.
Sama halnya dengan ketentuan dalam Pasal 19 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor
12 tahun 2021, ketentuan ini juga mengandung makna tidak wajib atau tidak harus
menyebut merek. Di sini bahkan menegaskan bahwa untuk dapat menyebut merek
dalam spesifikasi teknis, harus didukung justifikasi teknis secara tertulis
yang ditetapkan PPK. Justifikasi teknis ini tentu dimaksudkan untuk menguraikan
alasan logis dan konstitusional pencantuman merek dalam spesifikasi teknis.
Dalam hal ada merek/tipe lain yang dapat memenuhi kebutuhan, maka penyebutan
merek akan berpotensi membatasi persaingan usaha atau mendukung praktik monopoli
usaha oleh pihak tertentu.
- PPK
melakukan reviu dengan mengacu pada peraturan yang berlaku sebagaimana
telah diuraikan di atas. Penyebutan merek dalam DPA menyimpang dari
ketentuan proses penyusunan spesifikasi teknis sehingga PPK harus
memastikan bahwa barang yang disebutkan mereknya tersebut memiliki
spesifikasi teknis yang dapat terpenuhi dengan merek lain. Jika tidak ada merek lain
yang memenuhi, maka spesifikasi teknisnya harus disesuaikan berdasarkan
identifikasi kebutuhan barang/jasa. Setelah memastikan bahwa spesifikasi
teknis dapat dipenuhi minimal 2 merek yang berbeda, maka PPK menetapkan
spesifikasi teknis tanpa mencantumkan merek setelah mendapat persetujuan
PA/KPA;
- PPK dapat menetapkan spsefikasi teknis dengan menyebut merek dalam
spesifikasi teknis jika memenuhi kriteria Pasal 19 ayat (2) Peraturan
Presiden Nomor 12 tahun 2021 serta memenuhi syarat dan ketentuan dalam
peraturan turunannya.
Bagaimana dengan pengadaan barang/jasa melalui
metode Pengadaan Langsung? Sejauh ini belum ada isyarat dalam peraturan yang
berlaku untuk dapat menyebut merek dalam spesifikasi teknis pada metode
Pengadaan Langsung kecuali memenuhi syarat Pasal 19 ayat (2) Peraturan Presiden
Nomor 12 tahun 2021. Jangankan menyebut merek, bahkan dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021
dijelaskan bahwa spesifikasi teknis/KAK harus didefinisikan dengan jelas dan tidak
mengarah kepada produk atau merek tertentu. Mengarah pada merek tertentu saja tidak dibenarkan, apalagi menyebut mereknya. Ketentuan ini tentunya berlaku secara umum, tidak terbatas pada metode Pengadaan Langsung saja.
Dari uraian tersebut di atas, maka
disimpulkan bahwa penyebutan merek dalam spesifikasi teknis tidak dapat
dilakukan secara semena-mena. Semena-mena yang dimaksudkan adalah asalkan sudah
masuk dalam kategori Pasal 19
ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021, maka serta-merta menyebut merek tanpa memerhatikan alasan logis atau ketentuan lain dalam
pengadaan barang/jasa.
Demikian...! Ini pendapat pribadi. Terbuka ruang diskusi agar tidak ikut tersesat dalam ruang pemahaman penulis yang teramat sempit.
[1] Keputusan Deputi IV LKPP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pedoman
Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
[2] Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Penyedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar