22 Oktober 2022

MENYEBUT MEREK SEMAUNYA DALAM SPESIFIKASI TEKNIS

Pada Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 Pasal 19 ayat (2) disebutkan bahwa dalam penyusunan spesifikasi teknis/KAK dimungkinkan penyebutan merek terhadap:

a.       komponen barang/jasa;

b.      suku cadang;

c.       bagian dari satu sistem yang sudah ada; atau

d.       barang/jasa dalam katalog elektronik atau toko daring.
Kita tentu sepakat bahwa penggunaan kata “dimungkinkan” pada ayat tersebut mengandung makna tidak wajib atau tidak harus menyebut merek. Komponen barang/jasa, suku cadang atau bagian dari sistem yang sudah ada tidak diwajibkan untuk menggunakan merek barang yang sama dengan merek barang induknya atau kesatuan sistemnya. Tidak menutup kemungkinan ada komponen atau suku cadang atau bagian sistem yang kompatibel berasal dari merek yang berbeda. Lagipula tidak semua komponen atau suku cadang suatu unit barang sama dengan merek barang induknya.

Untuk penyebutan merek dalam spesifikasi teknis pada komponen barang/jasa, suku cadang atau bagian dari suatu sistem dapat disematkan pada salah satu atau kedua sisi. Jika yang disebutkan adalah merek komponen, suku cadang atau bagiannya, maka bisa jadi berbeda dengan merek barang induk atau kesatuan sistemnya. Penyebutan merek dalam hal ini harus dapat dipastikan bahwa hanya merek tersebut yang kompatibel. Jika ada merek lain yang kompatibel, maka yang disebutkan dalam spesifikasi teknis adalah merek barang induk atau kesatuan sistemnya. Namun penting diperhatikan bahwa perbedaan merek antara bagian dengan kesatuannya tersebut tidak melanggar ketentuan hak cipta atau menyebabkan gugurnya garansi jika masih dalam masa garansi. Pada kasus tertentu merek keduanya harus sama antara komponen, suku cadang atau bagian dengan induk atau kesatuannya.

Bagaimana dengan barang/jasa dalam katalog elektronik atau toko daring? Hal inilah yang akan menjadi fokus dalam tulisan ini. Karena sepertinya ada anggapan bahwa jika pengadaan barang/jasa dilakukan dengan metode e-purchasing maka sudah pasti dapat menyebut merek dalam spesifikasi teknis. Apakah benar demikian? Sebelum membincang lebih lanjut, perlu diingat kembali bahwa spesifikasi teknis disusun oleh PA/KPA pada saat perencanaan pengadaan setelah dilakukan identifikasi kebutuhan. Selanjutnya PPK menetapkan spesifikasi teknis pada saat persiapan pengadaan dengan mengacu pada spesifikasi teknis yang disusun pada saat perencanaan pengadaan.

Spesifikasi teknis pada dokumen perencanaan pengadaan tidak memungkinkan menyebut merek. Pada saat dilakukan analisis pasar dengan metode brand approach and market share, ditentukan 2 sampai 5 merek/tipe produk yang dijadikan dasar menyusun spesifikasi teknis[1]. Dengan adanya lebih dari satu merek tersebut, maka tidak mungkin disebut keseluruhannya dalam spesifikasi teknis. Dengan dasar tersebut, menyebut merek dalam dokumen RKA atau DPA sudah pasti menyimpang dari ketentuan. Penyebutan merek yang dimungkinkan sebagaimana disebut dalam Pasal 19 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 adalah spesifikasi teknis yang ditetapkan oleh PPK pada saat persiapan pengadaan barang/jasa.

Apa yang harus dilakukan jika terlanjur menyebut merek dalam DPA sebagaimana terjadi dalam beberapa kasus belakangan ini? Yang pertama harus diingat bahwa hal tersebut menyimpang dari peraturan yang berlaku. Penyimpangan dari peraturan harus diluruskan, bukan diteruskan. PPK memiliki kewenangan melakukan reviu spesifikasi teknis/KAK yang telah disusun pada tahap perencanaan Pengadaan Barang/Jasa. Reviu dilakukan berdasarkan data/informasi pasar terkini untuk mengetahui ketersediaan barang/jasa, harga, pelaku usaha dan alternatif barang/jasa sejenis. Dalam melakukan reviu ketersediaan barang/jasa perlu memerhatikan:

a. Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mengacu pada daftar inventarisasi barang/jasa produksi dalam negeri;
b.      memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI);
c.       produk usaha mikro dan kecil serta koperasi dari hasil produksi dalam negeri; dan
d.       produk ramah lingkungan hidup.
Dalam hal barang/jasa yang dibutuhkan tidak tersedia di pasar maka PPK mengusulkan alternatif spesifikasi teknis/KAK untuk mendapatkan persetujuan PA/KPA[2].

Dalam Keputusan Kepala LKPP Nomor 122 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Katalog Elektronik dijelaskan bahwa penyusunan spesifikasi teknis oleh PPK dilakukan dengan memerhatikan ketentuan sebagai berikut:

(1)   Spesifikasi teknis mengacu pada spesifikasi teknis yang disusun pada tahap perencanaan pengadaan. Spesifikasi teknis tersebut dapat disesuaikan berdasarkan data/informasi pasar terkini untuk mengetahui ketersediaan barang/jasa, harga, pelaku usaha dan alternatif barang/jasa sejenis. Termasuk dalam hal ini perlu memerhatikan ketersediaan produk dalam negeri dan produk dari Penyedia dengan kualifikasi Usaha Kecil.

(2)  Penyusunan spesifikasi teknis dimungkinkan menyebut merek barang/jasa yang tercantum pada Katalog Elektronik, dengan didukung justifikasi teknis secara tertulis yang ditetapkan PPK. Justifikasi teknis tersebut menjelaskan alasan, pertimbangan, bukti/fakta terhadap kebutuhan atas suatu merek tertentu.

Dalam ketentuan tersebut pada angka (1) disebutkan bahwa spesifikasi teknis dapat disesuaikan berdasarkan data/informasi pasar terkini untuk mengetahui ketersediaan barang/jasa, harga, pelaku usaha dan alternatif barang/jasa sejenis. Penyesuaian ini merupakan reviu yang dilakukan oleh PPK terhadap dokumen anggaran dengan tetap memerhatikan hasil identifikasi kebutuhan. Dengan adanya penyesuaian ini berarti spesifikasi teknis yang disusun pada saat perencanaan pengadaan tidak mutlak harus sama dengan spesifikasi teknis pada tahap persiapan pengadaan yang ditetapkan oleh PPK.

Pada angka (2) disebutkan bahwa penyusunan spesifikasi teknis dimungkinkan menyebut merek barang/jasa yang tercantum pada Katalog Elektronik, dengan didukung justifikasi teknis secara tertulis yang ditetapkan PPK. Pada ketentuan ini juga menggunakan kata “dimungkinkan”. Sama halnya dengan ketentuan dalam Pasal 19 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021, ketentuan ini juga mengandung makna tidak wajib atau tidak harus menyebut merek. Di sini bahkan menegaskan bahwa untuk dapat menyebut merek dalam spesifikasi teknis, harus didukung justifikasi teknis secara tertulis yang ditetapkan PPK. Justifikasi teknis ini tentu dimaksudkan untuk menguraikan alasan logis dan konstitusional pencantuman merek dalam spesifikasi teknis. Dalam hal ada merek/tipe lain yang dapat memenuhi kebutuhan, maka penyebutan merek akan berpotensi membatasi persaingan usaha atau mendukung praktik monopoli usaha oleh pihak tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang harus dilakukan ketika menemukan penyebutan merek pada perincian belanja dalam DPA adalah:

  1. PPK melakukan reviu dengan mengacu pada peraturan yang berlaku sebagaimana telah diuraikan di atas. Penyebutan merek dalam DPA menyimpang dari ketentuan proses penyusunan spesifikasi teknis sehingga PPK harus memastikan bahwa barang yang disebutkan mereknya tersebut memiliki spesifikasi teknis yang dapat terpenuhi dengan merek lain. Jika tidak ada merek lain yang memenuhi, maka spesifikasi teknisnya harus disesuaikan berdasarkan identifikasi kebutuhan barang/jasa. Setelah memastikan bahwa spesifikasi teknis dapat dipenuhi minimal 2 merek yang berbeda, maka PPK menetapkan spesifikasi teknis tanpa mencantumkan merek setelah mendapat persetujuan PA/KPA;
  2. PPK dapat menetapkan spsefikasi teknis dengan menyebut merek dalam spesifikasi teknis jika memenuhi kriteria Pasal 19 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021 serta memenuhi syarat dan ketentuan dalam peraturan turunannya.

Bagaimana dengan pengadaan barang/jasa melalui metode Pengadaan Langsung? Sejauh ini belum ada isyarat dalam peraturan yang berlaku untuk dapat menyebut merek dalam spesifikasi teknis pada metode Pengadaan Langsung kecuali memenuhi syarat Pasal 19 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021. Jangankan menyebut merek, bahkan dalam Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 dijelaskan bahwa spesifikasi teknis/KAK harus didefinisikan dengan jelas dan tidak mengarah kepada produk atau merek tertentu. Mengarah pada merek tertentu saja tidak dibenarkan, apalagi menyebut mereknya. Ketentuan ini tentunya berlaku secara umum, tidak terbatas pada metode Pengadaan Langsung saja.

Dari uraian tersebut di atas, maka disimpulkan bahwa penyebutan merek dalam spesifikasi teknis tidak dapat dilakukan secara semena-mena. Semena-mena yang dimaksudkan adalah asalkan sudah masuk dalam kategori Pasal 19 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2021, maka serta-merta menyebut merek tanpa memerhatikan alasan logis atau ketentuan lain dalam pengadaan barang/jasa.

Demikian...! Ini pendapat pribadi. Terbuka ruang diskusi agar tidak ikut tersesat dalam ruang pemahaman penulis yang teramat sempit.



[1] Keputusan Deputi IV LKPP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pedoman Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

[2] Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah melalui Penyedia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar