Salah satu bagian penting dalam pekerjaan konstruksi adalah tingkat risiko keselamatan konstruksi. Mengapa penting? Ada beberapa hal yang menjadi alasannya. Pertama, pada pekerjaan konstruksi, tingkat risiko keselamatan konstruksi menjadi dasar untuk menentukan personel manajerial untuk Keselamatan Konstruksi[1]. Kedua, tingkat risiko merupakan salah satu kriteria dalam menentukan segmentasi pasar Jasa Konstruksi selain teknologi dan biaya[2]. Ketiga, tingkat risiko menjadi salah satu dasar bagi Penyedia Jasa Konstruksi untuk menerapkan Analisis Keselamatan Konstruksi (AKK)[3].
Lalu siapa dan apa dasar untuk menetapkan
tingkat risiko? Dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pedoman Sistem
Manajemen Keselamatan Konstruksi pada Pasal 21 ayat (6) disebutkan bahwa Pengguna Jasa mengacu
pada hasil dokumen pekerjaan jasa Konsultansi Konstruksi perancangan dan/atau
berkonsultasi dengan ahli keselamatan dan kesehatan kerja Konstruksi dan/atau
ahli Keselamatan Konstruksi dan/atau tenaga ahli yang membidangi Keselamatan Konstruksi
dalam menetapkan uraian pekerjaan, identifikasi bahaya, dan penetapan tingkat
Risiko Keselamatan Konstruksi pada Pekerjaan Konstruksi.
Jadi yang menetapkan tingkat risiko adalah
Pengguna Jasa. Siapa Pengguna Jasa? Pengguna Jasa adalah pemilik atau pemberi pekerjaan yang menggunakan layanan Jasa Konstruksi[4]. Kemudian hasil dokumen
pekerjaan jasa Konsultansi Konstruksi perancangan yang dimaksudkan pada pasal
tersebut adalah Rancangan Konseptual SMKK yang dapat dilihat pada Pasal 5 ayat
(1) sebagai berikut:
Rancangan Konseptual SMKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) yang disusun pada pekerjaan perancangan memuat:
a. lingkup tanggung jawab
perancang, termasuk pernyataan bahwa jika terjadi revisi desain, tanggung jawab
revisi desain dan dampaknya ada pada penyusun revisi;
b.
metode pelaksanaan Pekerjaan Konstruksi ;
c.
standar pemeriksaan dan pengujian;
d.
rekomendasi rencana pengelolaan lingkungan hidup;
e.
rencana manajemen lalu lintas, jika diperlukan;
f.
BPRP;
g. daftar standar dan/atau peraturan perundang-undangan Keselamatan
Konstruksi yang ditetapkan untuk desain;
h.
pernyataan penetapan tingkat risiko Keselamatan Konstruksi;
i.
biaya SMKK serta kebutuhan personil keselamatan Konstruksi; dan
j. rancangan panduan
keselamatan pengoperasian dan pemeliharaan konstruksi bangunan.
Rancangan Konseptual SMKK adalah dokumen
telaah tentang Keselamatan Konstruksi yang disusun pada tahap pengkajian,
perencanaan dan/atau perancangan[5]. Rancangan Konseptual SMKK
tidak hanya disusun oleh konsultan perancangan, tetapi termasuk konsultan
pengkajian dan perencanaan. Rancangan Konseptual SMKK yang disusun oleh
konsultan pengkajian dan perencanaan dijelaskan pada Pasal 4 sebagai berikut:
Rancangan
Konseptual SMKK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) yang disusun pada
pekerjaan pengkajian dan perencanaan paling sedikit memuat:
a. lingkup tanggung jawab pengkajian dan/atau
perencanaan;
b. informasi awal terhadap kelaikan yang meliputi
lokasi, lingkungan, sosio ekonomi, dan/atau dampak lingkungan; dan
c.
rekomendasi
teknis.
Dalam Pasal 21 ayat (6) sebagaimana disebutkan di atas bahwa dalam menetapkan
uraian pekerjaan, identifikasi bahaya, dan penetapan tingkat Risiko Keselamatan
Konstruksi pada Pekerjaan Konstruksi, Pengguna Jasa dapat berkonsultasi dengan
ahli keselamatan dan kesehatan kerja Konstruksi. Ini adalah pilihan bagi Pengguna Jasa yang
dapat dilakukan yaitu secara kumulatif ataupun alternatif. Kumultaif
berarti menggunakan konjungsi “dan”, sementara alternatif menggunakan
konjungsi “atau”. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada ilustrasi berikut:
Gambar: Pilihan bagi Pengguna
Jasa
Pengguna Jasa dapat memilih dari tiga cara
tersebut di atas dengan pertimbangan:
1.
Cara Kumulatif
berarti harus mengeluarkan biaya
lebih banyak,
2.
Cara Alternatif
1 berarti biaya yang dikeluarkan sudah dalam satu paket dengan hasil kerja
konsultan perancang,
3. Cara Alternatif
2 berarti Pengguna Jasa akan membayar jasa dua kali secara terpisah yang
berarti akan terjadi kontrak kerja dua kali.
Dengan adanya pilihan-pilihan tersebut,
yang perlu dipertimbangkan adalah cara yang paling efektif dan efisien.
Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang
Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja pada Pasal 1 angka 2 dijelaskan bahwa Konsultansi
Konstruksi adalah layanan keseluruhan atau sebagian kegiatan yang meliputi
pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan, dan manajemen penyelenggaraan
konstruksi suatu bangunan. Demikian pula dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi pada Pasal 47 ayat (1) bahwa
penyelenggaraan usaha jasa Konsultansi Konstruksi meliputi kegiatan:
a.
pengkajian;
b.
perencanaan;
c.
perancangan;
d.
pengawasan; dan/atau
e.
manajemen penyelenggaraan Konstruksi.
Kutipan
peraturan tersebut untuk memperjelas bahwa dalam hal penerapan SMKK,
masing-masing penyedia jasa konsultansi konstruksi memiliki tugas dan peran
masing-masing, bukan hanya menjadi tanggung jawab penyedia jasa Pekerjaan
Konstruksi atau Konsultan Pengawasan Konstruksi.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanan Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi pada Pasal 84L dinyatakan:
Ayat (5): Dalam menyusun Rancangan Konseptual SMKK sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Penyedia jasa pekerjaan konsultansi pengkajian, perencanaan dan perancangan
wajib memiliki ahli keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi, atau ahli
keselamatan konstruksi.
Ayat
(6): Ahli keselamatan dan kesehatan
kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan tenaga ahli yang
mempunyai kompetensi khusus di bidang keselamatan dan kesehatan kerja
konstruksi dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi SMKK yang
dibuktikan dengan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi.
Ayat
(7): Ahli keselamatan konstruksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan tenaga ahli yang mempunyai
kompetensi khusus di bidang keselamatan konstruksi dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi
penerapan SMKK yang dibuktikan dengan Sertifikat Kompetensi Kerja Konstruksi.
Dari uraian tersebut di atas, maka
disimpulkan sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan usaha jasa Konsultansi
Konstruksi meliputi kegiatan pengkajian, perencanaan, perancangan, pengawasan dan/atau
manajemen penyelenggaraan Konstruksi,
2. Rancangan Konseptual SMKK disusun pada
tahap pengkajian, perencanaan dan/atau perancangan,
3. Rancangan Konseptual SMKK yang disusun
pada tahap perancangan menjadi acuan bagi Pengguna Jasa untuk menetapkan tingkat Risiko
Keselamatan Konstruksi pada Pekerjaan Konstruksi,
4. Dalam menyusun Rancangan Konseptual
SMKK, Penyedia Jasa Konsultansi Konstruksi dan Pekerjaan Konstruksi
Terintegrasi harus memiliki Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi,
atau Ahli Keselamatan Konstruksi.
Ex Pokja Black
[1] Pasal 21
ayat (7) Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2021
[2] Pasal 34
ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020
[3] Pasal 26
ayat (1) Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2021
[4] Pasal 1
angka 5 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
[5] Pasal 1
angka 12 Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar