E-purchasing
kini menjadi pilihan favorit dalam pengadaan barang/jasa pemerintah. Awalnya,
banyak pihak menuding ini pilihan yang ‘merepotkan’, terlebih bagi yang tidak
terbiasa dengan penggunaan aplikasi pengadaan barang/jasa. Setelah mengenal,
menjadi lebih dekat, eh, sekarang malah jatuh cinta. Ternyata e-purchasing
menjadi tempat nyaman melabuhkan ‘harapan’ yang selama ini sering terganjal di
rimba kompetisi. Sebelumnya, Pengadaan Langsung menjadi idola, tetapi nilainya
terbatas di angka 200 juta. Tetapi dengan e-purchasing, tak ada lagi
batasan nilai. Banyak kesempatan meraih lebih banyak. Area ‘permainan’ pun
semakin luas dan leluasa karena merasa aman terlindung dalam pagar regulasi.
Namun
sayang seribu sayang. Seperti telah diwaspadai oleh banyak pihak, bahwa praktik e-purchasing
bisa menjadi bumerang bagi penggunanya. Kini banyak kasus korupsi terungkap
dari jalur e-purchasing. Terbaru yang cukup menggegerkan jagat pengadaan
adalah kasus operasi tangkap tangan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 26 Juni 2025. Dugaannya adalah ada
pengaturan proyek pembangunan dan pemeliharaan jalan dengan nilai sekitar Rp231
miliar. Dan media pengaturan yang digunakan adalah katalog elektronik yang
merupakan platform untuk melaksanakan pengadaan barang/jasa dengan metode e-purchasing.
E-purchasing adalah metode sah
dalam pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah. Metode ini menempati prioritas
utama dalam hierarki metode pemilihan penyedia barang/jasa sebagaimana diatur
dalam Pasal 38 ayat (1) Perpres 16 Tahun 2018. Bahkan dalam Perubahan kedua
Perpres 16 Tahun 2018, yaitu Perpres 46 Tahun 2025 pada Pasal 50 ayat (5)
ditegaskan bahwa pelaksanaan e-purchasing wajib dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan barang/jasa apabila tersedia dalam katalog elektronik. Lalu mengapa
ada kasus korupsi, padahal proses pengadaan barang/jasa sudah dilaksanakan
sesuai peraturan yang berlaku? Silakan pembaca mencari tahu sebabnya. Karena
tulisan ini tidak hendak menyoroti bagian tersebut.
Salah
satu bagian menarik yang penting dicermati pada pelaksanaan e-purchasing adalah
adanya tiga pilihan metode yang disebutkan dalam Keputusan Kepala LKPP Nomor
177 Tahun 2024. Tiga metode tersebut adalah (1) negosiasi harga, (2)
mini-kompetisi, dan (3) competitive catalogue. Metode yang terakhir ini
belum diaplikasikan dalam katalog elektronik versi 6 hingga saat tulisan ini
dibuat. Maka fokus pembahasan ini hanya pada negosiasi harga dan
mini-kompetisi.
Dijelaskan
dalam Keputusan Kepala LKPP Nomor 177 Tahun 2024 bahwa E-purchasing katalog
dengan metode negosiasi harga dilakukan dengan melakukan negosiasi harga kepada
Penyedia Katalog Elektronik yang dipilih terhadap harga satuan tayang, biaya
pengiriman (apabila menggunakan kurir penyedia), dan biaya-biaya lainnya yang
ditawarkan oleh Penyedia Katalog Elektronik. Kemudian kita bandingkan dengan
penjelasan mini-kompetisi. Bahwa e-purchasing katalog dengan metode
Mini-Kompetisi dilakukan terhadap 2 (dua) atau lebih Penyedia Katalog
Elektronik yang memiliki produk yang sama atau produk dengan spesifikasi
sejenis yang dibutuhkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen/Pejabat Pengadaan (PPK/PP).
Dari kedua penjelasan ini, tidak ditemukan keterangan bahwa satu metode dipilih
karena tidak dapat menggunakan metode lainnya. Walaupun sangat terang bisa
diterima bahwa ruang mini-kompetisi lebih sempit dibanding negosiasi harga.
Anggaplah
kita membangun asumsi seperti ini: (1) jika hanya ada satu penyedia (P) yang
menayangkan produk yang dibutuhkan dalam katalog elektronik, maka digunakan
metode negosiasi harga (Q). (2) jika terdapat dua atau lebih penyedia (~P) yang
menayangkan produk yang dibutuhkan, maka digunakan metode mini-kompetisi (R).
Jika implikasi ini diterima, maka berlaku nilai benar atau salah berdasarkan
anteseden dan konsekuennya. Jika dibuat tabel kebenarannya, menjadi seperti
berikut:
Tabel 1 Tabel Kebenaran Implikasi
Negosiasi dan Mini-Kompetisi
P (Satu penyedia) |
~P (Dua atau lebih penyedia) |
Q (Negosiasi harga) |
R (Mini-kompetisi) |
P → Q |
~P → R |
Kesimpulan (P → Q ∧ ~P → R) |
True (T) |
False (F) |
T |
T |
T |
T |
T |
True (T) |
False (F) |
T |
F |
T |
T |
T |
True (T) |
False (F) |
F |
T |
F |
T |
F |
True (T) |
False (F) |
F |
F |
F |
T |
F |
False (F) |
True (T) |
T |
T |
T |
T |
T |
False (F) |
True (T) |
T |
F |
T |
F |
F |
False (F) |
True (T) |
F |
T |
T |
T |
T |
False (F) |
True (T) |
F |
F |
T |
F |
F |
Nilai kebenaran untuk
implikasi hanya bernilai salah (false) apabila anteseden benar (true)
dan konsekuen salah. Dan untuk konjungsi (∧) hanya bernilai
benar jika kedua pernyataan benar. Pada tabel kebenaran di atas, Q (negosiasi
harga) dan R (mini-kompetisi) saling ekslusif (hanya satu metode yang digunakan
untuk satu kondisi), sehingga tidak berlaku untuk kedua pernyataan bernilai sama
(keduanya benar atau keduanya salah). Sehingga kesimpulannya adalah berupa
konjungsi (∧) dari kedua implikasi. Bernilai benar hanya jika kedua
implikasi (P → Q dan ~P →
R) bernilai benar.
Apabila logika tersebut yang diterapkan dalam
melakukan e-pruchasing, maka satu metode dipilih karena metode lainnya
tidak dapat digunakan. Dengan kata lain, metode negosiasi digunakan jika dan
hanya jika terdapat satu penyedia. Sedangkan metode mini-kompetisi digunakan jika dan
hanya jika terdapat dua atau lebih penyedia. Apakah asumsi ini sesuai dengan
maksud dalam Keputusan Kepala LKPP Nomor 177 Tahun 2024? Untuk mendapatkan
gambarannya, mari kita meninjau tahapan persiapan metode negosiasi harga.
Pada tahap persiapan e-purchasing
katalog metode negosiasi harga, dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
Bila tahapan
tersebut dipandang sebagai proses filtrasi, maka dapat diilustrasikan dengan
gambar berikut:
Gambar
1 Proses Filtrasi Produk pada E-katalog
Sekarang kita mengerucutkan fokus ke harga terbaik. Pada tahap ini dilakukan
dengan mengurutkan total harga dari terendah setelah semua aspek terpenuhi
(spesifikasi teknis, PDN, UKK). Jika lebih dari satu penyedia yang menayangkan
produk yang memenuhi syarat semua aspek, maka total harga terendah dipilih
sebagai harga terbaik untuk dilanjutkan ke tahap pelaksanaan e-purchasing.
Pada tahap pemilihan harga terbaik, dapat dilihat bahwa metode negosiasi harga tetap dapat digunakan meskipun terdapat lebih dari satu penyedia yang menayangkan produk yang dibutuhkan. Sehingga asumsi sebelumnya tidak berlaku, yaitu bahwa satu metode dipilih karena metode lainnya tidak dapat digunakan. Maka perlu didefinisikan ulang aturannya menjadi:
- Negosiasi harga (Q) dapat digunakan dalam semua kondisi terlepas dari jumlah penyedia (P atau ~P)
- Mini-kompetisi (R) hanya digunakan jika ada dua atau lebih penyedia (~P) dan tidak menggunakan negosiasi harga (~Q).
P |
~P |
Q |
R = ~P ∧ ~Q |
P → Q |
~P → (Q ∨ R) |
Kesimpulan (P → Q ∧ ~P → (Q ∨ R)) |
T |
F |
T |
F |
T |
T (F → T) |
T |
T |
F |
F |
F |
F |
T (F → F) |
F |
F |
T |
T |
F |
T |
T (T → T) |
T |
F |
T |
F |
T |
T |
T (T → T) |
T |
Kolom untuk R
= ~P ∧ ~Q (karena R hanya digunakan jika ada banyak penyedia dan tidak
ada negosiasi.
- Negosiasi (Q) bisa digunakan kapan saja (baik P True atau False).
- Mini-kompetisi (R) hanya digunakan jika lebih dari satu penyedia (~P) dan tidak ada negosiasi (~Q).
Jika hanya menampilkan
kasus yang valid (sesuai aturan), maka tabelnya menjadi:
P (Satu penyedia) |
~P (Banyak penyedia) |
Q (Negosiasi) |
R (Mini-kompetisi) |
Valid? |
True |
False |
True |
False |
Yes |
True |
False |
False |
False |
No (P → Q False) |
False |
True |
True |
False |
Yes |
False |
True |
False |
True |
Yes |
- Jika hanya satu penyedia (P), maka harus digunakan negosiasi (Q). Tidak mungkin menggunakan metode lain.
- Jika banyak penyedia (~P), maka:
Dari penjelasan tersebut, maka pertanyaan
selanjutnya yang harus dijawab adalah: Kapan metode negosiasi harga dapat digunakan
apabila syarat mini-kompetisi terpenuhi? Jika kita menelusuri peraturan yang
berlaku, tidak ditemukan penjelasan memadai yang dapat dijadikan panduan untuk
memastikan pilihan metode terbaik yang harus digunakan pada suatu kondisi. Yang
dapat dilakukan hanyalah memetakan faktor-faktor risiko dengan semaksimal
mungkin menjauhkan potensi permasalahan di kemudian hari.
Metode negosiasi harga mengandalkan
integritas. Namun integritas saja belum cukup bila tidak cermat dan hati-hati mendokumentasikan
setiap tahapan proses pengadaan barang/jasa yang dilakukan. Keputusan pilihan
penyedia pada metode negosiasi sangat ditentukan oleh PPK/PP. Dengan demikian
beban tanggung jawab dan risiko lebih besar pada PPK/PP.
Mini-kompetisi adalah pilihan yang lebih
aman, karena sebagian risiko penentuan pilihan penyedia dialihkan ke sistem
e-katalog. Prinsip dan etika pengadaan lebih mudah terjawab dengan memilih metode mini-kompetisi. Bila dihadapkan pada dua
pilihan, memilih yang lebih ketat syaratnya adalah lebih aman dari pada yang
lebih longgar. Syarat mini-kompetisi lebih ketat karena memerlukan kompetisi
untuk menghasilkan pemenang, sedangkan negosiasi harga tidak melalui kompetisi
sehingga rentan dengan kecurangan.
Tulisan ini adalah pemantik awal rencana studi
lebih lanjut untuk menemukan argumentasi ilmiah dalam memilih metode negosiasi
harga atau mini-kompetisi apabila syarat keduanya terpenuhi. Mohon masukan dari
pembaca tentang berbagai kondisi yang memungkinkan memilih metode negosiasi harga
yang tetap aman meskipun dapat dilakukan mini-kompetisi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar