![]() |
Diskusi Pokja Pemilihan |
Dalam
suatu kesempatan, Kepala Bagian Layanan Pengadaan mengumpulkan tim Pokja
Pemilihan untuk berembuk terkait SKN atau Sisa Kemampuan Nyata. Langkah ini diambil
mengingat masih terjadi silang pendapat dalam internal Pokja Pemilihan dalam
hal penerapan ketentuan baru dalam dunia pengadaan barang/jasa ini. Berumur
kurang lebih setahun, SKN tidak serta-merta menjadi akrab dalam pemahaman Pokja
Pemilihan. Secara aturan, selintas tidak ada yang sulit dipahami secara
tekstual tentang SKN ini. Masalah kemudian mengemuka ketika dalam penerapan,
timbullah perbedaan yang harus segera disikapi. Jika tidak segera diambil
keputusan, maka proses pengadaan akan terhambat. Namun jika diambil keputusan
secara gegabah dan tergesa-gesa, risikonya akan menjadi bumerang bagi Pokja
Pemilihan karena keputusannya akan mengikat proses dan hasil pengadaan yang
sedang dilaksanakan.
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk merangkum atau membuat kesimpulan hasil rembuk Pokja Pemilihan tentang ’nasib’ SKN. Juga tidak dimaksudkan untuk melakukan analisa atau asumsi sendiri mengenai SKN sehingga seakan-akan lebih layak menjadi acuan. Tulisan ini hanya sekedar menjadi rekaman semangat tim Pokja Pemilihan yang senantiasa belajar sehingga ilmu yang dikuasai lebih dinamis dan tidak berhenti pada kata SEPAKAT. Mengadu pendapat dalam diskusi menunjukkan bahwa masing-masing individu sudah melalui proses belajar sehingga memiliki bekal pemahaman sebelum kemudian saling berbagi dan bertukar hasil pembelajaran. Yang terpenting harus dipegang bahwa berdiskusi tidak dimaksudkan untuk adu kuat analisa atau argumentasi sehingga yang terkuat menjadi pemenang dan yang kalah wajib mengikuti. Juga tidak dimaksudkan untuk mempertahankan pendapat sehingga segala argumen diajukan untuk menguatkan pendapat sendiri dan menolak pendapat teman diskusi. Diskusi esensinya adalah bersinergi agar perbedaan pikiran individu larut dalam semangat mencari solusi sehingga menghasilkan kekuatan argumentasi kelompok yang padu.
Lanjut tentang bagaimana gelindingan bola niskala bernama SKN di hamparan pikiran tak bertepi pada masing-masing ‘kepala’ Pokja Pemilihan. Bola ini menggelinding secara liar karena tidak adanya kata kunci yang dapat membatasi secara pasti tentang harus bagaimana mengarahkan bola ini sehingga tidak ada lagi keraguan bahwa bola memang sudah masuk ke gawang yang seharusnya. Ini memang tanggung jawab pihak perumus, dalam hal ini adalah LKPP untuk memberikan pencerahan kepada setiap pihak sebelum SKN ini menjadi sasaran empuk para pelaku usaha yang mengikuti tender untuk dijadikan bahan sanggahan ketika pendapat Pokja Pemilihan dianggap lemah.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia, SKN menjadi salah satu syarat kualifikasi kemampuan keuangan bagi peserta tender untuk keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang dimaksudkan sebagaimana dikutip dari pedoman tersebut adalah sebagai berikut:
Pertentangan pun muncul. Jika SKN itu adalah syarat kualifikasi kemampuan keuangan dan permodalan untuk melaksanakan paket pekerjaan, apakah usaha kecil tidak perlu memiliki kemampuan keuangan dan permodalan untuk melaksanakan pekerjaan? Ini kedengaran aneh. Pertentangan berbalas balik. Tidakkah sudah jelas tersurat dalam aturan tersebut bahwa SKN dikecualikan untuk usaha mikro dan kecil. Yang dijadikan dasar adalah aturan, bukan asumsi atau logika. Tidak berhenti sampai di situ. Memang benar bahwa yang dijadikan acuan adalah aturan. Tetapi untuk menerapkan aturan dengan benar, maka terlebih dahulu harus memahami aturan tersebut. Bagaimana mungkin kita dapat memahami aturan tanpa logika. Salah menerapkan aturan akan berkonsekuensi hukum. Sementara hukum juga bekerja dengan logika.
Nuansa diskusi semakin menghangat. Pembahasan tentang SKN cukup menyita perhatian, menarik semua Pokja Pemilihan untuk mengemukakan pendapat. Bikin gemas, menurtuku. Pada akhirnya aturan ini tetap berlaku dan harus diterapkan secara tepat sasaran agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Yang pasti, masalah ini akan berlabuh pada kata terakhir yakni “solusi”. Kita tunggu pernyataan “pamungkas” dari LKPP….!!!
Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk merangkum atau membuat kesimpulan hasil rembuk Pokja Pemilihan tentang ’nasib’ SKN. Juga tidak dimaksudkan untuk melakukan analisa atau asumsi sendiri mengenai SKN sehingga seakan-akan lebih layak menjadi acuan. Tulisan ini hanya sekedar menjadi rekaman semangat tim Pokja Pemilihan yang senantiasa belajar sehingga ilmu yang dikuasai lebih dinamis dan tidak berhenti pada kata SEPAKAT. Mengadu pendapat dalam diskusi menunjukkan bahwa masing-masing individu sudah melalui proses belajar sehingga memiliki bekal pemahaman sebelum kemudian saling berbagi dan bertukar hasil pembelajaran. Yang terpenting harus dipegang bahwa berdiskusi tidak dimaksudkan untuk adu kuat analisa atau argumentasi sehingga yang terkuat menjadi pemenang dan yang kalah wajib mengikuti. Juga tidak dimaksudkan untuk mempertahankan pendapat sehingga segala argumen diajukan untuk menguatkan pendapat sendiri dan menolak pendapat teman diskusi. Diskusi esensinya adalah bersinergi agar perbedaan pikiran individu larut dalam semangat mencari solusi sehingga menghasilkan kekuatan argumentasi kelompok yang padu.
Lanjut tentang bagaimana gelindingan bola niskala bernama SKN di hamparan pikiran tak bertepi pada masing-masing ‘kepala’ Pokja Pemilihan. Bola ini menggelinding secara liar karena tidak adanya kata kunci yang dapat membatasi secara pasti tentang harus bagaimana mengarahkan bola ini sehingga tidak ada lagi keraguan bahwa bola memang sudah masuk ke gawang yang seharusnya. Ini memang tanggung jawab pihak perumus, dalam hal ini adalah LKPP untuk memberikan pencerahan kepada setiap pihak sebelum SKN ini menjadi sasaran empuk para pelaku usaha yang mengikuti tender untuk dijadikan bahan sanggahan ketika pendapat Pokja Pemilihan dianggap lemah.
Sebagaimana diatur dalam Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Melalui Penyedia, SKN menjadi salah satu syarat kualifikasi kemampuan keuangan bagi peserta tender untuk keadaan tertentu. Keadaan tertentu yang dimaksudkan sebagaimana dikutip dari pedoman tersebut adalah sebagai berikut:
“Untuk Penyedia Non Kecil harus memiliki kemampuan keuangan berupa Sisa Kemampuan Nyata (SKN) yang disertai dengan laporan keuangan. Kemampuan Nyata adalah kemampuan penuh/keseluruhan Peserta saat penilaian kualifikasi meliputi kemampuan keuangan dan kemampuan permodalan untuk melaksanakan paket pekerjaan yang sedang/akan dikerjakan.SKN dikecualikan untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil.”Jadi pengkhususan yang merupakan keadaan tertentu itu terletak pada kalimat “untuk Penyedia Non Kecil”. Kemudian ditegaskan lagi pada kalimat “SKN dikecualikan untuk Usaha Mikro dan Usaha Kecil. Sekedar mengingatkan kembali dan kiranya ini tidak disudutkan sebagai pendapat usang, bahwa pada peraturan sebelumnya, yaitu pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam Pasal 19 ayat (1) huruf h yang mengatur tentang Kemampuan Dasar (KD) disebutkan:
“memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha non-kecil, kecuali untuk Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi.”Pengkhususan tentang KD di sini ditujukan untuk usaha non-kecil. Tentang masalah SKN dan KD di sini memiliki kemiripan. Perbedaannya hanya pada kata “penyedia” dalam SKN dan “usaha” dalam KD. Kemiripan masalah terjadi ketika dalam suatu tender pengadaan barang/jasa yang secara nilai paket perkerjaan tidak dicadangkan untuk usaha kecil, misalnya nilainya di atas Rp2.500.000.000 untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya, apakah peserta yang berkualifikasi kecil juga wajib memenuhi ketentuan SKN atau KD? Jika kita membaca redaksi kalimat untuk ketentuan SKN, sangat terang dan nyata bahwa SKN dikecualikan untuk usaha mikro dan usaha kecil. Sebagian Pokja Pemilihan kemudian memahami pengecualian ini tanpa syarat, apakah mengikuti tender paket untuk usaha kecil maupun non kecil. Artinya penyedia dengan kualifikasi usaha kecil terbebas dari ‘ranjau’ SKN di lapangan manapun ia bermain.
Pertentangan pun muncul. Jika SKN itu adalah syarat kualifikasi kemampuan keuangan dan permodalan untuk melaksanakan paket pekerjaan, apakah usaha kecil tidak perlu memiliki kemampuan keuangan dan permodalan untuk melaksanakan pekerjaan? Ini kedengaran aneh. Pertentangan berbalas balik. Tidakkah sudah jelas tersurat dalam aturan tersebut bahwa SKN dikecualikan untuk usaha mikro dan kecil. Yang dijadikan dasar adalah aturan, bukan asumsi atau logika. Tidak berhenti sampai di situ. Memang benar bahwa yang dijadikan acuan adalah aturan. Tetapi untuk menerapkan aturan dengan benar, maka terlebih dahulu harus memahami aturan tersebut. Bagaimana mungkin kita dapat memahami aturan tanpa logika. Salah menerapkan aturan akan berkonsekuensi hukum. Sementara hukum juga bekerja dengan logika.
Nuansa diskusi semakin menghangat. Pembahasan tentang SKN cukup menyita perhatian, menarik semua Pokja Pemilihan untuk mengemukakan pendapat. Bikin gemas, menurtuku. Pada akhirnya aturan ini tetap berlaku dan harus diterapkan secara tepat sasaran agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Yang pasti, masalah ini akan berlabuh pada kata terakhir yakni “solusi”. Kita tunggu pernyataan “pamungkas” dari LKPP….!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar