01 Maret 2024

PENUGASAN PPPK SEBAGAI PEJABAT PENGADAAN/POKJA PEMILIHAN

Sekilas tentang PPPK

PNS atau PPPK?

Dinyatakan pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara bahwa Pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK. Pada Pasal 1 dijelaskan bahwa Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan dan/atau menduduki jabatan pemerintahan. Jabatan ASN terdiri atas Jabatan Manajerial dan Nonmanajerial. Jabatan Manajerial dan Nonmanajerial tertentu dapat diisi dari PPPK (Pasal 34 ayat (2)). Jabatan Nonmanajerial teridiri atas jabatan fungsional dan jabatan pelaksana (Pasal 18 ayat (1)).

Salah satu jabatan fungsional yang dapat diisi oleh PPPK adalah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Hal ini dapat dilihat pada Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2020 tentang Jenis Jabatan yang Dapat Diisi oleh Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja. Kemudian ditegaskan lagi dalam Keputusan Menteri PANRB Nomor 1197 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional yang dapat Diisi oleh PPPK sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri PANRB Nomor 76 Tahun 2022 dan terakhir diubah dengan Keputusan Menteri PANRB Nomor 158 Tahun 2023. Pada lampiran daftar jabatan fungsional yang dapat diisi oleh PPPK dalam Keputusan Menteri PANRB Nomor 76 Tahun 2022, Pengelola Pengadaan Barang/Jasa berada pada nomor urut 119.

Pada bagian konsiderans Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan LKPP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, pertimbangan yang dijadikan dasar penetapan peraturan tersebut adalah untuk melaksanakan penyesuaian terhadap adanya pengaturan mengenai Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang dapat diisi oleh PPPK sebagaimana ketentuan dalam lampiran Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2020 tentang Jenis Jabatan yang dapat diisi oleh PPPK, serta untuk memperjelas tahapan penyusunan dan pengelolaan rencana aksi pemenuhan pengelola pengadaan barang/jasa. Dasar pertimbangan tersebut menunjukkan bahwa salah satu alasan utama perubahan Peraturan LKPP Nomor 6 Tahun 2021 tersebut adalah adanya posisi PPPK yang dapat mengisi jabatan fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.

Pada Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dijelaskan bahwa Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah ASN yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa.

Hanya PNS yang Bertugas sebagai Pokja Pemilihan atau Pejabat Pengadaan

Ada yang perlu dicermati pada Peraturan Menteri PANRB Nomor 29 Tahun 2020[1] yang menjelaskan bahwa Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Pengelola PBJ adalah PNS yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Pejabat yang Berwenang untuk melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa. Pada bagian ini jelas tertulis bahwa Pengelola PBJ adalah PNS. Hal yang sama kemudian diturunkan pada Peraturan BKN Nomor 21 Tahun 2020[2]. Dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sendiri tidak diberikan penegasan tentang status kepegawaian jabatan Pengelola PBJ. Namun kemudian dipertegas pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 bahwa Pengelola PBJ  adalah ASN sebagaimana telah dijelaskan di atas. Dengan adanya peraturan dengan hierarki lebih tinggi dan lebih baru tersebut maka cukup jelas bahwa Pengelola PBJ  adalah ASN yang dapat berasal dari unsur PNS atau PPPK. Bahkan kemudian Peraturan Menteri PANRB Nomor 29 Tahun 2020 dicabut dengan Peraturan Menteri PANRB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional.

Hal penting yang perlu diperjelas yaitu Pasal 74B ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021. Pada bagian tersebut dijelaskan bahwa dalam hal jumlah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum mencukupi sesuai rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, maka:

a.  pelaksanaan tugas Pokja Pemilihan dilakukan dengan ketentuan:

1. Pokja Pemilihan untuk setiap paket pengadaan, wajib beranggotakan sekurang-kurangnya 1 (satu) Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; dan

2. Anggota Pokja Pemilihan selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang memiliki sertifikat kompetensi, dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

b. pelaksanaan tugas Pejabat Pengadaan yang tidak dapat dilakukan oleh Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang memiliki sertifikat' kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.

Kemudian pada ayat (3) ditambahkan bahwa dalam hal Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum memiliki Pengelola pengadaan Barang/Jasa, sampai tersedianya Pengelola Pengadaan berdasarkan rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan tugas pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan dilaksanakan oleh:

a. Pegawai Negeri Sipil yang memiliki sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level- 1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa; dan/atau

b.    Agen Pengadaan.

Dalam ulasan ini tidak akan dibahas mengapa hanya Pegawai Negeri Sipil yang boleh melaksanakan tugas Pokja Pemilihan dan Pejabat Pengadaan pada kondisi di atas, melainkan kondisi yang mewajibkannya. Hal ini perlu diperjelas agar tidak terjebak pada pemahaman bahwa hanya PNS yang boleh bertugas sebagai Pokja Pemilihan dan Pejabat Pengadaan dalam segala kondisi. Pada pasal tersebut sebenarnya sudah cukup jelas kondisi yang dimaksud.

Pada ayat (2) tertulis dengan jelas bahwa kondisi yang dimaksud adalah dalam hal pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa belum mencukupi sesuai rencana aksi, sedangkan pada ayat (3) adalah dalam kondisi belum memiliki Pengelola pengadaan Barang/Jasa. Cukup mudah juga dipahami bahwa PNS yang dimaksud pada ketentuan tersebut adalah selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Pemahaman tersebut misalnya dapat ditarik dari ketentuan ayat (2) huruf a angka 2 yang menegaskan bahwa anggota Pokja Pemilihan selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang memiliki sertifikat kompetensi. Dengan penalaran yang sama pada kondisi sebaliknya ketika pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sudah mencukupi, maka bahkan Pegawai Negeri Sipil sekalipun tidak boleh lagi bertugas sebagai Pokja Pemilihan atau Pejabat Pengadaan meskipun bersertifikat kompetensi PBJ jika bukan fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.

Dengan premis-premis tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keharusan tugas Pokja Pemilihan dan Pejabat Pengadaan dilaksanakan oleh PNS tidak berlaku dalam segala situasi. PPPK dengan jabatan sebagai Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dapat bertugas sebagai Pokja Pemilihan atau Pejabat Pengadaan. Yang tidak dibenarkan adalah PPPK selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa bertugas sebagai Pokja Pemilihan atau Pejabat Pengadaan meskipun memiliki sertifikat kompetensi. Perlu pula ditegaskan bahwa yang dimaksud jabatan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah jabatan fungsional, yaitu kelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu[3]. Dengan demikian penggunaan istilah “Pengelola Pengadaan Barang/Jasa” adalah jabatan fungsional meskipun tanpa tambahan atribut “fungsional”.

Pelaksana tugas Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan yang bukan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana Pasal 74B ayat (2) dan (3) yang telah diuraikan di atas adalah berbeda dengan yang dimaksud Personel Lainnya dalam Pasal 74A ayat (1) huruf b pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021. Personel Lainnya tidak wajib berstatus PNS. Ketentuan ini dapat dilihat pada Pasal 1 angka 18b yang menjelaskan bahwa personel selain Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Personel Lainnya adalah Aparatur Sipil Negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa. Personel Lainnya bertugas sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat pengadaan pada Kementerian/Lembaga yang tidak wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana pada Pasal 74A ayat (4), yaitu dalam hal:

a.   nilai atau jumlah paket pengadaan di Kementerian/Lembaga tidak mencukupi untuk memenuhi pencapaian batas angka kredit minimum pertahun bagi Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; atau

b.  Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Dengan adanya perubahan regulasi mengenai angka kredit setelah berlakunya Peraturan Menteri PANRB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, maka ketentuan pada huruf a di atas perlu dirumuskan kembali dalam perubahan peraturan untuk memberikan kepastian dalam penerapannya.

Rencana Aksi Pemenuhan Pengelola PBJ

Rencana Aksi Pemenuhan Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah pedoman bagi Pejabat Pembina Kepegawaian di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pemenuhan kebutuhan Pengelola PBJ.

Pada Pasal 74B ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 ditekankan bahwa Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa menyusun rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Ketentuan mengenai rencana aksi diatur dalam Peraturan LKPP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2022. Dijelaskan bahwa penyusunan dan pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan Pengelola PBJ bertujuan agar Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah segera memenuhi kebutuhan Pengelola PBJ.  

Penyusunan dan pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan Pengelola PBJ dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan Pengelola PBJ dari PNS dan/atau PPPK[4]. Pemenuhan Pengelola PBJ pada 31 Desember 2023 mencapai paling sedikit 60% (enam puluh persen) dari Rekomendasi Kebutuhan yang diterbitkan oleh LKPP. Rekomendasi Kebutuhan JF PPBJ adalah surat yang diterbitkan oleh LKPP selaku Instansi Pembina JF PPBJ yang berisi rekomendasi besaran jumlah dan jenjang JF PPBJ yang dibutuhkan atas usulan yang disampaikan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

Pasca 31 Desember 2023 masih ada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang belum memenuhi target 60% tersebut sehingga pada tanggal 15 Januari 2024, Kepala LKPP mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pemenuhan Kebutuhan Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, Personel Lainnya Bersertifikat Kompetensi, dan Pejabat Pembuat Komitmen Bersertifikat Kompetensi Tahun 2024. Surat Edaran tersebut bertujuan untuk:

a. Memberikan penjelasan dan pengaturan bagi K/L/Pemda yang belum dapat memenuhi keterisian formasi JF PPBJ;

b. Memberikan penjelasan dan pengaturan bagi Personel Lainnya yang belum memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan Barang/Jasa;

c. Memberikan penjelasan dan pengaturan bagi K/L/Pemda yang belum dapat memenuhi kebutuhan PPK sesuai kompetensi berdasarkan tipologinya;

d. Memberikan penjelasan mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan Kebutuhan JF PPBJ; dan

e. Memberikan penjelasan mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan PPK Bersertifikat Kompetensi.



[1] Peraturan Menteri PANRB Nomor 29 Tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa

[2] Peraturan BKN Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembinaan Kepegawaian Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa

[3] Peraturan Menteri PANRB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional

[4] Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan LKPP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa