Sekilas
tentang PPPK
Dinyatakan pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara bahwa
Pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK. Pada Pasal 1 dijelaskan bahwa Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga
negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan
perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas
pemerintahan dan/atau menduduki jabatan pemerintahan. Jabatan ASN terdiri atas
Jabatan Manajerial dan Nonmanajerial. Jabatan Manajerial dan Nonmanajerial tertentu
dapat diisi dari PPPK (Pasal 34 ayat (2)). Jabatan Nonmanajerial teridiri atas
jabatan fungsional dan jabatan pelaksana (Pasal 18 ayat (1)).
Salah
satu jabatan fungsional yang dapat diisi oleh PPPK adalah Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa. Hal ini dapat dilihat pada Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2020
tentang Jenis Jabatan yang Dapat Diisi oleh Pegawai Pemerintah dengan
Perjanjian Kerja. Kemudian ditegaskan lagi dalam Keputusan Menteri PANRB Nomor 1197 Tahun 2021 tentang Jabatan Fungsional yang dapat Diisi oleh PPPK sebagaimana
telah diubah dengan Keputusan Menteri PANRB Nomor 76 Tahun 2022 dan terakhir diubah dengan Keputusan Menteri PANRB Nomor 158 Tahun 2023. Pada lampiran daftar
jabatan fungsional yang dapat diisi oleh PPPK dalam Keputusan Menteri PANRB
Nomor 76 Tahun 2022, Pengelola Pengadaan Barang/Jasa berada pada nomor urut 119.
Pada
bagian konsiderans Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan atas
Peraturan LKPP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan dan Pengelolaan
Rencana Aksi Pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, pertimbangan yang
dijadikan dasar penetapan peraturan tersebut adalah untuk melaksanakan
penyesuaian terhadap adanya pengaturan mengenai Jabatan Fungsional Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa yang dapat diisi oleh PPPK sebagaimana ketentuan dalam lampiran Peraturan Presiden Nomor
38 Tahun 2020 tentang Jenis Jabatan yang dapat diisi oleh PPPK, serta untuk memperjelas tahapan penyusunan dan
pengelolaan rencana aksi pemenuhan pengelola pengadaan barang/jasa. Dasar pertimbangan tersebut menunjukkan bahwa salah satu alasan utama perubahan
Peraturan LKPP Nomor 6 Tahun 2021 tersebut adalah adanya posisi PPPK yang dapat
mengisi jabatan fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
Pada
Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
dijelaskan bahwa Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang
selanjutnya disebut Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah ASN yang
diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa.
Hanya
PNS yang Bertugas sebagai Pokja Pemilihan atau Pejabat Pengadaan
Ada
yang perlu dicermati pada Peraturan Menteri PANRB Nomor 29 Tahun 2020 yang
menjelaskan bahwa Pejabat Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang
selanjutnya disebut Pengelola PBJ adalah PNS yang diberi tugas, tanggung
jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh Pejabat yang Berwenang untuk
melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa. Pada bagian ini jelas tertulis
bahwa Pengelola PBJ adalah PNS. Hal yang sama kemudian diturunkan pada
Peraturan BKN Nomor 21 Tahun 2020. Dalam
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 sendiri tidak diberikan penegasan
tentang status kepegawaian jabatan Pengelola PBJ. Namun kemudian dipertegas
pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 bahwa Pengelola PBJ adalah ASN sebagaimana telah dijelaskan
di atas. Dengan adanya peraturan dengan hierarki lebih tinggi dan lebih baru
tersebut maka cukup jelas bahwa Pengelola PBJ adalah ASN yang dapat berasal dari
unsur PNS atau PPPK. Bahkan kemudian Peraturan Menteri PANRB Nomor 29 Tahun 2020
dicabut dengan Peraturan Menteri PANRB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan
Fungsional.
Hal penting yang perlu diperjelas yaitu Pasal 74B ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021. Pada bagian
tersebut dijelaskan bahwa dalam hal jumlah Pengelola Pengadaan Barang/Jasa di
lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah belum mencukupi sesuai rencana
aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, maka:
a. pelaksanaan tugas Pokja
Pemilihan dilakukan dengan ketentuan:
1. Pokja Pemilihan untuk
setiap paket pengadaan, wajib beranggotakan sekurang-kurangnya 1 (satu)
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; dan
2. Anggota Pokja Pemilihan
selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh Pegawai Negeri
Sipil yang memiliki sertifikat kompetensi, dan/atau sertifikat keahlian
tingkat dasar/level-1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa.
b. pelaksanaan tugas
Pejabat Pengadaan yang tidak dapat dilakukan oleh Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa, dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang memiliki
sertifikat' kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat dasar/level-1 di
bidang Pengadaan Barang/Jasa.
Kemudian
pada ayat (3) ditambahkan bahwa dalam hal Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah
belum memiliki Pengelola pengadaan Barang/Jasa, sampai tersedianya Pengelola
Pengadaan berdasarkan rencana aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaan tugas pokja Pemilihan/Pejabat
Pengadaan dilaksanakan oleh:
a. Pegawai Negeri Sipil
yang memiliki sertifikat kompetensi dan/atau sertifikat keahlian tingkat
dasar/level- 1 di bidang Pengadaan Barang/Jasa; dan/atau
b.
Agen Pengadaan.
Dalam ulasan ini tidak akan dibahas mengapa hanya Pegawai Negeri Sipil yang
boleh melaksanakan tugas Pokja Pemilihan dan Pejabat Pengadaan pada kondisi di atas, melainkan kondisi
yang mewajibkannya. Hal ini perlu diperjelas agar tidak terjebak pada pemahaman
bahwa hanya PNS yang boleh bertugas sebagai Pokja Pemilihan dan Pejabat
Pengadaan dalam segala kondisi. Pada pasal tersebut sebenarnya sudah cukup
jelas kondisi yang dimaksud.
Pada ayat (2) tertulis dengan jelas bahwa kondisi yang
dimaksud adalah dalam hal pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa belum
mencukupi sesuai rencana aksi, sedangkan pada ayat (3) adalah dalam kondisi
belum memiliki Pengelola pengadaan Barang/Jasa. Cukup mudah juga dipahami bahwa
PNS yang dimaksud pada ketentuan tersebut adalah selain Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa. Pemahaman tersebut misalnya dapat ditarik dari ketentuan ayat (2)
huruf a angka 2 yang menegaskan bahwa anggota Pokja Pemilihan selain
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan oleh Pegawai Negeri Sipil yang
memiliki sertifikat kompetensi. Dengan penalaran yang
sama pada kondisi sebaliknya ketika pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
sudah mencukupi, maka bahkan Pegawai Negeri Sipil sekalipun tidak boleh
lagi bertugas sebagai Pokja Pemilihan atau Pejabat Pengadaan meskipun
bersertifikat kompetensi PBJ jika bukan fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa.
Dengan
premis-premis tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keharusan tugas
Pokja Pemilihan dan Pejabat Pengadaan dilaksanakan oleh PNS tidak berlaku dalam
segala situasi. PPPK dengan jabatan sebagai Pengelola Pengadaan Barang/Jasa dapat
bertugas sebagai Pokja Pemilihan atau Pejabat Pengadaan. Yang tidak dibenarkan
adalah PPPK selain Pengelola Pengadaan Barang/Jasa bertugas sebagai Pokja
Pemilihan atau Pejabat Pengadaan meskipun memiliki sertifikat kompetensi. Perlu
pula ditegaskan bahwa yang dimaksud jabatan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa
adalah jabatan fungsional, yaitu kelompok jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan
dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan
tertentu. Dengan
demikian penggunaan istilah “Pengelola Pengadaan Barang/Jasa” adalah jabatan fungsional
meskipun tanpa tambahan atribut “fungsional”.
Pelaksana tugas Pokja Pemilihan/Pejabat
Pengadaan yang bukan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana Pasal 74B ayat
(2) dan (3) yang telah diuraikan di atas adalah berbeda dengan yang dimaksud Personel
Lainnya dalam Pasal 74A ayat (1) huruf b pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun
2021. Personel Lainnya tidak wajib berstatus PNS. Ketentuan ini dapat dilihat pada
Pasal 1 angka 18b yang menjelaskan bahwa personel selain Pejabat Fungsional
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya disebut Personel Lainnya
adalah Aparatur Sipil Negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan
kegiatan Pengadaan Barang/Jasa. Personel Lainnya
bertugas sebagai Pokja Pemilihan/Pejabat pengadaan pada Kementerian/Lembaga
yang tidak wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana pada
Pasal 74A ayat (4), yaitu dalam hal:
a. nilai atau jumlah paket
pengadaan di Kementerian/Lembaga tidak mencukupi untuk memenuhi pencapaian
batas angka kredit minimum pertahun bagi Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; atau
b. Sumber Daya Pengelola
Fungsi Pengadaan Barang/Jasa dilakukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia
atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Dengan
adanya perubahan regulasi mengenai angka kredit setelah berlakunya Peraturan Menteri PANRB Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional, maka ketentuan
pada huruf a di atas perlu dirumuskan kembali dalam perubahan peraturan untuk
memberikan kepastian dalam penerapannya.
Rencana
Aksi Pemenuhan Pengelola PBJ
Rencana Aksi Pemenuhan Jabatan
Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa adalah pedoman bagi Pejabat Pembina
Kepegawaian di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah dalam melaksanakan
pemenuhan kebutuhan Pengelola PBJ.
Pada Pasal 74B
ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 ditekankan bahwa Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah yang wajib memiliki Pengelola Pengadaan Barang/Jasa menyusun rencana
aksi pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa. Ketentuan mengenai rencana aksi
diatur dalam Peraturan LKPP Nomor 6 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan dan
Pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan Pengelola Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan LKPP Nomor 8 Tahun 2022. Dijelaskan bahwa penyusunan
dan pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan Pengelola PBJ bertujuan agar
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah segera memenuhi kebutuhan Pengelola
PBJ. Penyusunan dan pengelolaan Rencana
Aksi Pemenuhan Pengelola PBJ dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan Pengelola PBJ
dari PNS dan/atau PPPK. Pemenuhan
Pengelola PBJ pada 31 Desember 2023 mencapai paling sedikit 60% (enam puluh
persen) dari Rekomendasi Kebutuhan yang diterbitkan oleh LKPP. Rekomendasi Kebutuhan JF PPBJ adalah surat yang diterbitkan
oleh LKPP selaku Instansi Pembina JF PPBJ yang berisi rekomendasi besaran
jumlah dan jenjang JF PPBJ yang dibutuhkan atas usulan yang disampaikan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.
Pasca 31 Desember 2023 masih ada Kementerian/Lembaga/Pemerintah
Daerah yang belum memenuhi target 60% tersebut sehingga pada tanggal 15 Januari 2024, Kepala LKPP
mengeluarkan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pemenuhan Kebutuhan
Jabatan Fungsional Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, Personel Lainnya
Bersertifikat Kompetensi, dan Pejabat Pembuat Komitmen Bersertifikat Kompetensi
Tahun 2024. Surat
Edaran tersebut bertujuan untuk:
a. Memberikan penjelasan
dan pengaturan bagi K/L/Pemda yang belum dapat memenuhi keterisian formasi JF
PPBJ;
b. Memberikan penjelasan
dan pengaturan bagi Personel Lainnya yang belum memiliki sertifikat kompetensi
di bidang Pengadaan Barang/Jasa;
c. Memberikan penjelasan
dan pengaturan bagi K/L/Pemda yang belum dapat memenuhi kebutuhan PPK sesuai
kompetensi berdasarkan tipologinya;
d. Memberikan penjelasan
mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan Kebutuhan
JF PPBJ; dan
e. Memberikan penjelasan
mengenai tata cara penyusunan dan pengelolaan Rencana Aksi Pemenuhan PPK
Bersertifikat Kompetensi.