"Jika sudah yakin bahwa di dunia ini hanya ada dua warna: hitam dan putih, maka tak perlu berbasa-basi seolah mencari kemungkinan adanya warna lain. Karena kesimpulannya tetap dua: hitam dan putih. Itulah dahsyatnya keyakinan."
(Titah Sunyi dari dalam Toilet)
***
Meski hanya 1% (satu persen), tapi jaminan sanggah banding tetaplah nilai uang yang sampai kapan pun tak bisa dipandang barang cuma-cuma atau gratisan. Jika nilai minimal HPS pekerjaan konstruksi yang pengadaannya melalui metode tender adalah Rp200.000.000,-, maka nilai terkecil sanggah banding adalah Rp2.000.000,- (dua juta rupiah). Bahkan dengan dua juta rupiah ini pun tidak akan ada pelaku usaha yang akan bertaruh dengan mengajukan sanggah banding sebelum yakin 100% bahwa sanggah bandingnya akan diterima oleh KPA/PA. Bagaimana dengan tender yang nilainya miliaran? Misal batas tertinggi paket tender untuk usaha kecil adalah dengan nilai pagu anggaran Rp15.000.000.000,- (lima belas miliar rupiah). Anggaplah nilai HPS nya menedekati atau sama dengan nilai pagu anggaran tersebut, maka jika ada peserta tender menyanggah banding diperlukan jaminan sebesar Rp150.000.000,-. Hanya ada dua kemungkinan hasil dari sanggah banding: diterima atau ditolak. Jika diterima oleh KPA/PA, maka jaminan tersebut aman dan uangnya tidak akan berpindah kuasa. Namun jika ditolak, maka penyanggah banding harus terima --dengan ikhlas ataupun tidak-- memindahkuasakan uangnya ke kas negara/daerah.
Dengan hanya adanya dua kemungkinan hasil sanggah banding tersebut, maka peserta tender harus memiliki perhitungan yang matang untuk melakukan sanggah banding. Normatifnya, sanggah banding diajukan setelah memiliki dasar yang kuat sesuai peraturan yang berlaku dengan keyakinan bahwa sanggah bandingnya benar. Penyanggah harus berhitung matang karena Pokja Pemilihan yang menolak sanggahnya tentu juga sudah melakukan kajian dan pendalaman serta memperhitungkan semua kemungkinan termasuk sanggah banding bahkan pengaduan ke pihak berwenang. Jika kemudian memutuskan mengajukan sanggah banding, maka besarnya nilai jaminan bukanlah masalah dibanding dengan kebenaran yang diperjuangkan.
Di luar jalur normatif, tentu tak dapat dicegah jika ada yang mencoba jalan lain yang penuh risiko. Namun justru sebaliknya, ada yang mengggap jalan lain ini 'lebih aman'. Aneh, kan? Berisiko tapi aman. Dianggap aman atas dasar pikiran picik bahwa jaminan sanggah yang dipertaruhkan akan aman karena sudah yakin bahwa sanggah bandingnya pasti diterima KPA/PA setelah mendapatkan 'kode'. Kode yang dimaksudkan adalah permufakatan JAHAT antara peserta tender dengan KPA/PA bahwa akan diterima jika peserta tender tersebut mangajukan sanggah banding. Kode semacam ini dapat dikatakan sebagai sebuah JAMINAN DITERIMA yang dikeluarkan oleh KPA/PA. Karena ilegal, JAMINAN DITERIMA tidak memiliki wujud fisik serupa sertifikat jaminan, namun diterima oleh penerima jaminan tanpa direpotkan dengan klarifikasi. Karena sudah mendapat jaminan, maka tidak perlu pusing memikirkan dasar sanggahan dengan dalil yang kuat. Peserta tender yang mendapat jaminan seperti ini biasanya memiliki kedekatan personal dengan KPA/PA dan di-JAGO-kan untuk menjadi pemenang tender. Dikatakan jalan penuh risiko karena cara BUSUK seperti ini sangat rentan berurusan dengan aparat penegak hukum. Jika cara ini diakui sebagai realita yang pernah kita ketahui, dengar, atau bahkan menyaksikan secara langsung, maka kita dapat memilih diam seolah tidak tahu. Diam adalah kualitas iman terlemah, namun diam terhadap kebatilan berarti ikut menjadi bagian dari kebatilan itu.
Sanggah maupun sanggah banding adalah hal lumrah, namun menjadi tidak lumrah jika kekerapannya sudah tidak wajar. Batas wajarnya tidak ditentukan dalam peraturan pengadaan barang/jasa, namun dapat dinilai buruk ketika sudah mulai menghambat proses pengadaan barang/jasa. Tidak wajarnya kekerapan sanggah dalam tender tidak serta-merta dapat dilihat sebagai buruknya kinerja personel Pokja Pemilihan. Anggota Pokja Pemilihan adalah sumber daya manusia bersertifikat dengan kompetensi terukur. Jika di sebuah UKPBJ banyak menerima sanggah atas tender yang dikelola, maka seharusnya dilakukan kajian komprehensif sebelum mengambil tindakan pembinaan agar tepat sasaran. Ketergesa-gesaan menjatuhkan sanksi dari pihak berwenang hanya akan memperburuk situasi dan semakin menurunkan kinerja. Lebih parah lagi jika keputusan pemberian sanksi dipengaruhi rumor atau opini yang sengaja dibangun untuk kepentingan tertentu.