(Titah Sunyi dari dalam Toilet)
***
Sejatinya saya tidak punya kapabilitas membincang tentang togel. Karena tidak memiliki cukup pengetahuan dan pengalaman untuk urusan ini. Iseng saya menelusur dengan mesin pencari Google, cukup banyak situs-situs yang menyediakan layanan bagi penikmat togel. Namun ada yang menarik perhatian saya karena menemukan akun di Google Cendekia yang menyediakan daftar Agen Togel Online. Saya jelaskan sedikit bahwa Google Cendekia adalah layanan yang memungkinkan pengguna untuk melakukan pencarian materi-materi pelajaran berupa teks dalam berbagai format publikasi. Diluncurkan pada tahun 2004, indeks Google Cendekia mencakup jurnal-jurnal online dari publikasi ilmiah (Wikipedia). Dari akun daftar togel online tersebut, saya mendapat setitik pencerahan bahwa Togel merupakan suatu permainan judi yang dimainkan dengan cara menebak angka. Cara permainan ini hanya dengan memasang angka yang menurut Anda akan keluar. Sesuai dengan insting/ menanyakan kepada orang pintar atau melihat dari tafsir buku mimpi. Luar biasa! Sungguh publikasi ilmiah, bukan?
Sesungguhnya apa sih maksud tulisan ini? Apa hubungannya dengan pengadaan barang/jasa yang menjadi fokus dalam blog ini? Saya teringat dengan gurauan teman-teman bahwa konon peserta yang ikut berkompetisi dalam togel tidak pernah ada yang menyanggah hasil penetapan pemenang oleh bandar meskipun banyak yang kalah dan menelan kekecewaan. Gurauan ini hanyalah pernyataan satire terhadap realita pengadaan barang/jasa pemerintah yang diproses dengan mekanisme pemilihan penyedia, dimana sanggahan adalah hal yang wajar dan ada aturannya. Kanal sanggahan dalam proses pengadaan barang disediakan untuk menjamin transparansi proses pengadaan barang/jasa pemerintah. Di luar sanggahan, masih terbuka ruang untuk melakukan pengaduan yang dijamin oleh undang-undang. Namun peserta tender/seleksi pun masih bebas mengekspresikan kekecewaannya dengan berkoar di media sosial bahkan di media massa. Untuk cara terakhir ini, harus berhati-hati agar tidak menabrak rambu-rambu peraturan yang berlaku.
Ada perkembangan menarik. Terhadap proses salah satu tender, seorang blogger memuat tulisan di blognya berjudul LELANG LPSE DI DUGA BERMASALAH. Apresiasi luar biasa atas inisiatif ini. Menulis di blog lebih jentelmen dibanding berkoar di media sosial. Budaya literasi penting digiatkan di setiap masa untuk meninggalkan jejak intelektual dari generasi ke generasi. Namun untuk tulisan tersebut, ada beberapa yang perlu diperhatikan agar pembaca tidak sesat paham.
Pertama, penggunaan dan penulisan kata pada judul. Setelah membaca isi tulisan tersebut, dipastikan bahwa kata "Lelang" yang dimaksudkan adalah "Tender". Untuk penggunaan istilah ini, kiranya penulis blog tersebut harus lebih memperkaya referensi dan meng-update perkembangan informasi. Lanjut pada dua kata pertama. Ini lebih menyesatkan. "Lelang LPSE" maksdunya apa? Meskipun penulis blog tersebut dapat mengklarifikasi maksdunya, tetapi tidak bisa dimaafkan penyesatan penggunaan kata-katanya. Jika diartikan, "Lelang LPSE" berarti LPSE yang dilelang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, lelang berarti penjualan di hadapan orang banyak (dengan tawaran yang atas-mengatasi) dipimpin oleh pejabat lelang. Ini tentu menyesatkan karena tidak mungkin terjadi sebuah sistem milik pemerintah dijual, apalagi dilelang. Kemudian pada dua kata berikutnya, yaitu kata ketiga dan keempat, "DI DUGA". Di sini saya kutip menggunakan huruf kapital sesuai penulisan judul tulisan tersebut supaya tidak dianggap menafsirkan sekehendak saya. Kata "DI" yang ditulis terpisah dengan kata berikutnya dalam Bahasa Indonesia merupakan presposisi atau kata depan untuk menandai tempat. Sehingga jika diartikan, kata "DI DUGA" berarti di sebuah tempat bernama Duga. Penulis tersebut bisa saja berkilah, "Ah, yang penting kan pembaca mengerti maksudnya." Tetapi sayangnya, tulisan tersebut dimuat di blog, bukan di pesan singkat SMS, pesan Whatsapp ataupun status media sosial lainnya.
Kedua, dalam isi blog ada beberapa penggunaan kata-kata yang tidak sesuai dengan maknanya. Misal kata lelang seperti telah disebutkan di atas. Bisa dipahami bahwa yang dimaksudkan oleh penulis adalah tender. Seharusnya bagi praktisi pengadaan barang/jasa sudah familier dengan peraturan terbaru tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Bahwa sejak terbitnya Peraturan Presiden nomor 16 Tahun 2018, dalam proses pengadaan barang/jasa ada penggantian istilah dari lelang menjadi tender. Penggantian istilah ini sangat tepat karena penggunaannya disesuaikan dengan makna kata itu sendiri. Untuk kesalahan pengetikan (typo) tidak akan diulas, meskipun kesalahan tersebut sangat mengganggu untuk sebuah artikel. Kesalahan pengetikan adalah wajar dalam sebuah tulisan, tetapi menjadi tidak wajar jika terlalu banyak yang salah. Pada bagian lain di blog tersebut tertulis "panitia tau pokja lelang LPSE". Disamping typo kata atau tertulis tau, panitia maupun pokja lelang tidak ditemui dalam istilah proses pemilihan penyedia barang/jasa pemerintah. Penulis sepertinya cuek dengan gaya menulisnya dan mengabaikan kelaziman penggunaan bahasa lisan dan tertulis. Tulisan dengan gaya serius seperti itu seharusnya menggunakan kata dan kalimat formal. Beda halnya jika ditulis dengan gaya santai dan jenaka, maka tulisan dengan cara bertutur diselingi dengan candaan dapat membuat tulisan terasa lebih hidup.
Ketiga, penulis blog tersebut sepertinya tidak memahami peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah. Misalnya pada paragraf pertama disebutkan bahwa dokumen kelengkapan perusahaan pemenang bermasalah. Menurut penulis, yang bisa membuktikan kebenarannya adalah Pokja Pemilihan. Ini penyesatan pemahaman. Karena dalam melaksanakan tugasnya, pokja pemilihan hanya diberi wewenang melakukan klarifikasi terhadap dokumen yang disampaikan dalam penawaran peserta tender. Dalam lampiran Peraturan LKPP Nomor 9 Tahun 2018 disebutkan:
"Pokja Pemilihan dapat melakukan verifikasi/klarifikasi kepada penerbit dokumen asli, kunjungan lapangan terhadap kebenaran lokasi (kantor, pabrik, gudang, dan/atau fasilitas lainnya), tenaga kerja, dan peralatan."
Kesimpulan dari hasil verifikasi/klarifikasi tersebut adalah terverifikasi/terklarifikasi atau tidak setelah Pokja Pemilihan menerima atau tidak menerima pernyataan dari penerbit dokumen. Pokja Pemilihan tidak dapat membuat kesimpulan bahwa dokumen tersebut benar atau palsu.
Di paragraf kedua penulis menyatakan bahwa proses tender tidak berjalan mulus karena setelah pengumuman pemenang karena ada peserta yang mengajukan sanggahan. Penulis menganggap bahwa sanggahan menandakan proses tender tidak berjalan lancar. Padahal yang seharusnya dipahami oleh penulis adalah bahwa sanggahan adalah salah satu tahapan dalam proses pemilihan penyedia barang/jasa. Jika sanggahan dianggap sebagai hambatan, maka tentu akan dibuat peraturan sehingga tidak terjadi sanggahan dalam proses pemilihan. Tidak ada sanggahan juga tidak serta-merta mengindikasikan proses tender berjalan lancar.
Pada paragraf keempat, penulis mengutip pernyataan seseorang yang disebutnya sebagai ketua Forum Komunikasi Pengusa Lokal Bontang (FKPLB). Menurutnya, proses tender harus diulang, pemenang harus didiskualifikasi meskipun belum dinyatakan secara resmi sebagai pemenang. Dari pernyataan tersebut, terdapat kerancuan yang perlu diluruskan sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku. Pertama, pernyataan bahwa tender harus diulang. Sementara penulis mengetahui bahwa tender tersebut sudah melewati masa sanggah yang berarti sudah dilakukan penetapan pemenang. Penetapan pemenang dilakukan setelah proses evaluasi selesai. Tender hanya dapat diulang setelah melewati masa sanggah jika sanggahan dinyatakan diterima oleh Pokja Pemilihan jika alternatif evaluasi ulang dan penyampaian penawaran ulang tidak memungkinkan. Kedua, pernyataan bahwa belum dinyatakan secara resmi sebagai pemenang. Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa masa sanggah adalah tahap setelah penetapan pemenang. Tahap penetapan pemenang hanya satu kali yang dilakukan oleh Pokja Pemilihan (untuk nilai pagu anggaran sampai Rp100.000.000.000,00). Tidak dikenal istilah penetapan pemenang resmi dalam tahapan pemilihan.
Yang perlu diketahui oleh penulis bahwa Pokja Pemilihan melakukan evaluasi penawaran sesuai aturan. Jika penulis tersebut memiliki data yang diyakini kebenarannya bahwa ada indikasi kecurangan dalam proses tender, seharusnya disampaikan sebelum tahapan evaluasi. Namun yang perlu diingat bahwa para pihak dilarang memengaruhi atau melakukan intervensi kepada Pokja Pemilihan selama proses evaluasi. Jika sudah sampai pada tahap sanggahan, maka peserta yang telah menyampaikan penawaran dapat mengajukan sanggahan sesuai ketentuan yang diuraikan dalam dokumen pemilihan. Sanggahan yang disampaikan peserta harus didukung dengan bukti dan argumen yang kuat jika ingin sanggahannya diterima. Sanggahan yang dasarnya hanya isu dan kecurigaan tanpa dukungan data dan argumen tentu tidak dapat diterima Pokja Pemilihan. Sebelum tender diumumkan di portal SPSE, Pokja Pemilihan sudah berupaya menyiapkan dokumen tender sebaik-baiknya agar sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku termasuk berupaya menghindari celah agar tidak terjadi sanggahan. Namun Pokja Pemilihan bukanlah bandar togel yang tidak dapat disanggah. Sebaik apapun persiapan yang dilakukan, aturan tender tidak menyediakan trik membungkam peserta agar tidak menyanggah.